Jakarta, aktual.com – Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur menilai bahwa satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menunjukkan kecenderungan menguatnya corak otoritarianisme dan militeristik di berbagai lini pemerintahan.

“Semua lahan, semua kebijakan, semua tempat, semua struktur pemerintahan diisi oleh militer dan polisi. Ngurus Makan Bergizi saja pakai tentara, kira-kira begitu. Ngurus Koperasi (Merah-Putih) pakai tentara,” katanya saat memberikan sambutan pada peringatan Ulang Tahun YLBHI ke-55 di Jakarta, Selasa (28/10/2025).

Isnur menambahkan, meski kondisi tersebut menunjukkan tantangan yang serius, ia tetap optimistis bahwa pengalaman panjang gerakan bantuan hukum akan menjadi modal untuk menghadapi situasi tersebut.

“Tapi saya yakin, sejarah yang kita lalui, jejak yang kita dapatkan, pengetahuan yang kita bangun selama ini menjadi bekal kita bersama menghadapi itu semua,” tambahnya.

Menurutnya, momentum 55 tahun YLBHI menjadi saat penting untuk membaca ulang kondisi demokrasi, negara hukum, dan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia. Ia menyinggung kiprah berbagai kelompok masyarakat sipil, terutama kaum perempuan, penyandang disabilitas, dan kelompok rentan lainnya yang selama ini berjuang mendorong hadirnya kebijakan dan undang-undang pro-rakyat.

“Membaca rekan-rekan perempuan, setiap Maret, mengadakan aksi di bulan Maret, membaca teman-teman kelompok yang rentan, yang termarjinalkan berjuang, memajukan haknya, mendorong hadirnya undang-undang disabilitas, undang-undang tentang buruh migran, undang-undang tentang bantuan hukum…,” jelasnya.

Dalam refleksinya atas perjalanan lima tahun memimpin YLBHI, Isnur menekankan pentingnya membaca sejarah 55 tahun lembaga tersebut untuk memahami arah demokrasi Indonesia. Ia juga menegaskan bahwa para aktivis YLBHI telah menjadi oposisi sejati sejak masa pemerintahan Soeharto hingga Prabowo.

“Maka merawat YLBHI, merawat gerakan masyarakat sipil, merawat gedung ini, adalah bagi saya merawat harapan, merawat kesetaraan, merawat tentang Indonesia ke depan. Karena sekarang semakin sempit ruang-ruang untuk kita bertemu,” ujarnya.

Isnur juga menyoroti semakin sempitnya ruang publik bagi organisasi masyarakat untuk berkumpul. Ia mengenang masa sebelum 2010, ketika tempat seperti Tugu Proklamasi dan taman-taman kota masih mudah diakses untuk kegiatan publik, namun kini kondisinya berbeda.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa gedung YLBHI memiliki makna historis dan sosial yang dalam karena pernah menjadi tempat penampungan pasien RSCM yang tidak tertampung, serta pengungsian bagi warga Rohingya selama berbulan-bulan.

“Bagi saya kalau ini kita anggap sebagai simbol rumah perjuangan, rumah pergerakan, mari kita rawat bersama-sama. Mari kita kembalikan ruang ini sebagai ruang yang maksimal rekan-rekan menggunakannya berkumpul,” terangnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain