Jakarta, Aktual.co — Presiden Israel Reuven Rivlin pada kemarin mengakui kesalahan yang dilakukan pemerintahannya terhadap warga keturunan Arab pada masa lalu dan sekarang.
Rivlin menyampaikan hal tersebut dalam peringatan pembunuhan massal 1956 di Kafr Qassem. Pada saat itu, pasukan Israel membunuh 47 warga di pemukiman Arab hanya karena dituduh melanggar aturan jam malam.
Rivlin adalah presiden Israel pertama yang menghadiri upacara peringatan Kafr Qassem.
“Perbuatan kriminal mengerikan telah dilakukan di tempat ini. Pembunuhan kejam di Kafr Qassem adalah fase gelap dalam sejarah hubungan Arab dan Yahudi di wilayah ini,” kata dia.
“Saya datang ke sini, terutama pada hari-hari yang sulit ini mengulurkan tangan dan berharap anda semua menyambut untuk saya dan untuk warga Yahudi,” kata Rivlin.
Rivlin menggunakan frasa “hari-hari sulit” merujuk pada kekerasan antara warga Palestina dan kepolisian Israel di Yerusalem Timur yang terjadi hampir setiap hari sejak pembunuhan terhadap pemuda Palestina oleh sejumlah ekstrimis Yahudi pada Juli lalu.
Bentrokan itu kemudian meluas selama perang Gaza.
Kunjungan Rivlin di Kafr Qassem dilakukan menjelang upacara penguburan seorang pria Yarusalem Timur yang pada Rabu lalu mengendarai mobil melebihi batas kecepatan dan menabrak kerumunan warga Yahudi di pinggir jalan. Tabrakan tersebut menewaskan seorang bayi.
Dia kemudian ditembak mati oleh pihak kepolisian yang menyatakan bahwa sang pelaku sengaja menabrakkan mobilnya.
Sementara itu Kafr Qassem sendiri terletak di tengah-tengah wilayah Israel, berdekatan dengan Tepi Barat.
Pada 1956 wilayah tersebut dikuasai oleh militer dan pada 29 Oktober–hari pertama perang Mesir–kepolisian Israel menembaki warga yang tidak mengetahui bahwa jam malam telah diberlakukan. Sebagian besar korban sedang kembali dari tempat bekerja, juga terdapat perempuan dan anak-anak.
Warga Israel keturunan Arab saat ini berjumlah total sekitar 1,4 juta orang, atau 20 persen dari keseluruhan populasi.
Mereka adalah keturunan 160.000 warga Palestina yang bertahan saat negara Yahudi didirikan pada 1948.
“Saya tidak naif. Negara ini terdiri dari dua bangsa, yang mimpi dan aspirasinya bertentangan satu sama lain,” kata Rivlin.
“Banyak warga Israel keturunan Arab–yang juga merupakan bagian dari bangsa Palestina–turut menderita atas apa yang dialami oleh saudaranya di seberang (Tepi Barat dan Gaza). Banyak dari mereka mengalami perlakuan rasis dan arogan dari Yahudi,” kata dia.
“Warga Arab dan pemimpinnya harus bersikap tegas terhadap kekerasan dan terorisme,” kata Rivlin.
Dalam kurikulum pendidikan Israel, pembunuhan massal Kafr Qassem diajarkan sebagai contoh perintah militer yang harus ditolak oleh tentara.
Artikel ini ditulis oleh: