Kurang Pasokan Makanan, Warga Palestina Berdesakan Beli Roti (Foto: REUTERS/Ibraheem Abu Mustafa)

Jakarta, aktual.com – Israel dilaporkan tengah melakukan pembicaraan dengan Republik Demokratik Kongo dan beberapa negara Afrika lainnya untuk menggeser warga Palestina keluar dari Gaza. Ini terjadi seiring negara tersebut masih terus melancarkan serangan terhadap Gaza dengan alasan menghancurkan milisi yang menguasai wilayah tersebut, yaitu Hamas.

Times of Israel, yang merujuk pada sumber-sumber senior pemerintah, melaporkan bahwa pemindahan ini menjadi kebijakan utama dari koalisi Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu. Media tersebut menyebutkan bahwa Israel telah berkomunikasi dengan beberapa negara Afrika untuk mengetahui apakah mereka bersedia menerima warga dari Gaza.

“Kongo akan bersedia menerima migran, dan kami sedang melakukan pembicaraan dengan negara lain,” kata situs berita tersebut, mengutip pejabat yang tidak disebutkan namanya, sebagaimana dilaporkan juga oleh Russia Today, Jumat (5/1).

Netanyahu sebelumnya mengumumkan adanya “kemajuan dalam inisiatif migrasi warga Gaza” selama pertemuan di partainya, Likud. Ia mengakui bahwa tantangan utama saat ini adalah menemukan negara yang bersedia menerima penduduk Gaza.

Republik Demokratik Kongo dilaporkan memiliki tingkat kemiskinan dan kesenjangan sosial yang tinggi, menurut laporan Program Pangan Dunia, dan situasinya diperumit oleh konflik serta ketidakamanan regional yang berulang. Menurut organisasi bantuan tersebut, sekitar 52,5% dari 5,5 juta penduduknya hidup di bawah garis kemiskinan.

Sebelumnya, pihak Washington menolak pernyataan “tidak bertanggung jawab” yang dilontarkan oleh pejabat Israel terkait usulan rencana pemukiman kembali, termasuk dua pernyataan yang mengadvokasi “migrasi sukarela” bagi warga Palestina.

“Amerika Serikat menolak pernyataan baru-baru ini dari Menteri Israel Bezalel Smotrich dan Itamar Ben Gvir yang menganjurkan pemukiman kembali warga Palestina di luar Gaza,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri Matthew Miller.

“Retorikanya bersifat menghasut dan tidak bertanggung jawab,” ujarnya.

Smotrich menolak protes dari Washington. Ia menyatakan bahwa sekitar 70% penduduk Israel mendukung usulan tersebut, dengan argumen bahwa dua juta warga Gaza bangun setiap pagi dengan tekad untuk merusak Israel.

Kantor Netanyahu sebelumnya telah mengumumkan dalam sebuah pernyataan bahwa Smotrich dan Ben Gvir tidak mewakili kebijakan resmi pemerintah terkait konflik di Gaza.

“Namun rencana tersebut akan diperlukan karena kondisi Gaza pasca perang ketika konflik mereda, kata Menteri Intelijen Israel, Gila Gamliel, pada hari Selasa di sebuah konferensi di parlemen Israel, Knesset.

Gamliel menyampaikan kepada situs media Ibrani Zman Israel bahwa pihaknya berharap agar 60% dari wilayah pertanian di Gaza dapat diubah menjadi zona penyangga keamanan.

“Pada akhir perang, pemerintahan Hamas akan runtuh. Tidak ada otoritas kota, penduduk sipil akan sepenuhnya bergantung pada bantuan kemanusiaan,” ujarnya.

Israel telah melancarkan serangan udara dan darat yang berkelanjutan di wilayah Gaza yang padat penduduk, sejak serangan lintas batas oleh kelompok militan Palestina Hamas pada 7 Oktober.

Lebih dari 22.000 warga Palestina dilaporkan tewas sebagai akibat dari serangan tersebut. Di sisi lain, hampir 1.200 warga Israel diyakini tewas dalam serangan yang dilakukan oleh Hamas pada tanggal 7 Oktober.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Rizky Zulkarnain