Jakarta, aktual.com – Maulana Syekh Yusri Rusydi menjelaskan, bahwa istiqomah dalam ibadah adalah merupakan bahan perbincangan dan pembahasan paling pokok bagi seorang mukmin ketika bertemu dengan saudara seimannya. Hal ini adalah sebagaimana yang telah dicontohkan oleh dua sahabat Rasulullah Saw, yaitu Mu’adz bin Jabal ra dan Abu Musa Al Asy’ari Ra.
Rasulullah Saw telah mengutus mereka berdua ke Yaman untuk menyebarkan dakwah islam sekaligus sebagai pemimpin bagi umat islam disana. Yaman yang ketika itu terbagi menjadi dua bagian, yaitu bagian Yaman selatan dan Yaman utara, maka diutuskanlah mereka berdua, Mu’adz Ra di bagian utara, dan Abu Musa Ra di bagian selatan.
Mereka berdua tidaklah jarang untuk saling mengunjungi, selagi ada kesempatan untuk saling menziarahi, dimana mereka berdua saling bertanya, apakah kesibukannya sebagai seorang pemimpin menjadikan dirinya lalai dari perkara ibadahnya. Maka pada suatu kesempatan Mu’adz Ra berkata kepada Abu Musa Ra:
يَا عَبْدَ اللَّهِ كَيْفَ تَقْرَأُ الْقُرْآنَ قَالَ أَتَفَوَّقُهُ
“Wahai Abdullah bin Qais, bagaiamana kamu mengkhatamkan Al-Qur’an?”
Abu Musa Ra menjawab, “Saya membacanya setiap ada kesempatan,” (HR. Bukhari).
Syekh Yusri menambahkan, bahwa Abu Musa Ra selalu menggunakan waktu kosongnya untuk memuraja’ah Al-Qur’annya di dalam shalatnya setiap kali ada kesempatan, yaitu di sela-sela kesibukannya sebagai kepala negara waktu itu, sehingga dirinya tidak disibukkan oleh jabatannya dan meninggal wirid ibadahnya.
Begitulah hendaknya seorang mukmin, senantisa mengisi waktunya dengan ibadah, membaca alquran sebagai wiridnya, tegas Syekh Yusri.
Karena sesungguhnya orang yang tidak punya wirid, maka dirinya seperti kera, yang setiap saat hanya bermain bergantungan dari pohon ke pohon yang lain, dan tidak melakukan kegiatan yang bermanfaat, seperti apa yang telah dikatakan oleh Imam Ghazali Ra dalam kitab Al-Ihya nya :
من ليس له ورد فهو قرد
“Barang siapa yang tidak memiliki wirid maka dirinya adalah kera,”
Abu Musapun bertanya kepada kepada Mu’adz, tentang bagaimana dirinya menjalankan wirid Al-Qur’annya, lalu dirinya pun menjawab,
أَنَامُ أَوَّلَ اللَّيْلِ فَأَقُومُ وَقَدْ قَضَيْتُ جُزْئِى مِنَ النَّوْمِ فَأَقْرَأُ مَا كَتَبَ اللَّهُ لِى فَأَحْتَسِبُ نَوْمَتِى كَمَا أَحْتَسِبُ قَوْمَتِى
“Saya tidur pada permulaan malam, kemudian bangun (dipertengahan malam) setelah saya menghabiskan separoh dari tidurku, lalu saya membaca apa yang Allah tuliskan untukku (dari Al-Qur’an), maka saya mengharapkan pahala dari tidurku, sebagaimana saya mengharap pahala atas shalatku,” (HR. Bukhari).
“Tidur juga bisa menjadi amal ibadah, apabila diniatkan untuk merehatkan badan agar kuat melakukan ibadah yang lain, sebagaimana dikatakan oleh Mu’adz Ra. Inilah topik yang terpenting ketika seorang mukmin bertemu dan berbincang dengan saudaranya,” tegas Syekh Yusri.
Wallahu A’lam.
Artikel ini ditulis oleh:
Rizky Zulkarnain