Jakarta, Aktual.com – Iis Rosita Dewi sebagai istri mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengakui meminjam kartu kredit miliki Pelaksana Tugas (Plt) Dirjen Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan M Zaini Hanafi untuk berbelanja di Hawaii.

“Kronologinya ketika saya masuk ke toko Hermes, pada saat itu barang yang saya cari tidak ada akhirnya saya mengambil syal dan tas harganya sekitar 2.400 dan ketika saya mau kasih uang tunai untuk membayar, Pak Zaini menyerahkan langsung kartunya,” kata Iis, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (17/3).

Iis menyampaikan hal tersebut saat menjadi saksi untuk terdakwa Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito yang didakwa memberikan suap senilai total Rp2,146 miliar yang terdiri dari 103 ribu dolar AS (sekitar Rp1,44 miliar) dan Rp706.055.440 kepada Menteri KKP Edhy Prabowo.

Iis diketahui ikut ke Hawaii dalam rangka perjalanan dinas Edhy Prabowo pada 17-24 November 2020 ke Hawaii, Amerika Serikat.

“Saya sudah mau bayar pakai uang yang diberikan Pak Edhy ke saya sebelum ke Amerika lalu Pak Edhy bicara ke saya ‘Gak papa mah, gak papa karena uang tunai yang ada di mama masih perlu untuk bayar yang lain, kita ganti di Tanah Air nanti’,” ujar Iis.

Dalam sidang 17 Februari 2021 lalu, Zaini Hanaif mengaku Edhy Prabowo meminjam kartu kredit untuk membeli tas Hermes seharga 2.600 dolar AS, parfum Hermes senilai 300 dolar AS, syal dan bros Hermes seharga 2.200 dolar AS serta sepatu Channel senilai 9.100 dolar AS

“Saya bertanya-tanya ada koordinasi apa? Kenapa jadi Pak Zaini yang keluarkan kartunya? Maka saya konfirmasi ke suami saya yang ada di belakang saya, tapi dia bilang pakai saja kartu Pak Zaini, karena uang tunai yang dia berikan masih perlu untuk yang lain, lalu saya katakan ke Pak Zaini, ‘Pak ingatkan saya nanti supaya kita bayar’, ada ajudan saya yang menyaksikan itu,” ujar Iis.

Iis mengaku beberapa hari sebelum berangkat ke Hawaii, Edhy memberikan uang 50 ribu dolar AS kepada dirinya untuk dipakai dalam kunjungan kerja.

“Pak Zaini hanya bilang ‘nih’ sambil mengajukan kartu kreditnya,” ujar Iis.

Iis juga mengaku lupa total uang yang ia belanjakan menggunakan kartu kredit Zaini tersebut.

“Saya tidak terlalu ingat totalnya kemungkinan 7.100 dolar AS,” kata Iis.

“Apakah Ibu tahu Pak Edhy juga membelanjakan barang-barang dengan kartu debit Emerald atas nama Ainul Faqih?” tanya jaksa KPK.

“Saya menyaksikan itu saat Pak Edhy membeli Rolex, tapi saya lihat dari jauh karena saat transaksi ada Yudha dan Pak Edhy di kasir, sepertinya Pak Edhy menggunakan kartu untuk membayar,” ujar Iis.

Iis juga mengetahui bahwa keuangan Edhy dikelola oleh sekretaris pribadi Edhy bernama Amiril Mukminin.

“Amiril pegang uang bapak sejak bekerja sama bapak, sumber uang saya tidak tahu persis tapi yang pasti uang-uang yang Pak Edhy dapat,” kata Iis.

Iis pun mendapat jatah uang bulanan dari Edhy.

“Saya diberikan uang tiap bulan oleh Pak Edhy kadang lewat transfer kadang tunai sekitar Rp50 juta,” kata Iis.

Dalam dakwaan disebutkan pada November 2020, sekretaris pribadi Edhy Prabowo, Amiril Mukminin meminta sekretaris pribadi Iis Rosita, Ainul Faqih melakukan perubahan jenis kartu debit platinum ke kartu debit emerald personal yang sumber dananya berasal dari rekening Ainul Faqih di Bank BNI nomor rekening 917678599 yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan Edhy Prabowo dan Iis Rosita Dewi dalam rangka perjalanan dinas ke Amerika Serikat pada 17-24 November 2020.

Pada perjalanan dinas ke AS itu, Edhy Prawobo membeli sejumlah barang mewah, seperti 3 jam tangan Rolex, dompet merek Tumi, 2 koper Tumi, tas kerja Tumi, pulpen Mount Blanc, 2 tas Louis Vuitton, tas Bottega Veneta, 1 sepatu Louis Vuitton, 1 tas Hermes, baju-baju merek Old Navy dan Brooks Brothers serta 6 parfum merek Blue de Chanel Paris dengan total belanja sejumlah Rp753.655.366.

Uang tersebut berasal dari keuntungan PT Aero Citra Kargo (ACK) sebagai perusahaan jasa pengiriman kargo (freight forwarding) yang digunakan untuk ekspor benih lobster.

Keuntungan PT ACK untuk Edhy tersebut dalam dakwaan berasal dari pembagian deviden dua orang komisaris yaitu kepada Achmad Bachtiar senilai Rp12,312 miliar dan kepada Amri senilai Rp12,312 miliar. (Antara)

Artikel ini ditulis oleh:

As'ad Syamsul Abidin