Kuasa hukum penggugat reklamasi Pulau G, Tigor Hutapea. (ilustrasi/aktual.com)
Kuasa hukum penggugat reklamasi Pulau G, Tigor Hutapea. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Dalam sepekan terakhir, reklamasi Teluk Jakarta memasuki babak baru. Polemik proyek di pesisir pantai utara Jakarta ini kembali ramai setelah sejumlah media massa memberitakan terkait Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) Pulau C dan Pulau D.

Menanggapi hal tersebut, Deputi Hukum dan Kebijakan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), Tigor Hutapea menyatakan bahwa isu tersebut merupakan upaya pihak-pihak tertentu untuk menciptakan anggapan bahwa keberadaan kedua pulau tersebut adalah pulau yang legal.

“Ya, bahasa saya itu ada manipulatif hukum. (Masih) ada moratorium yang masih berlangsung, tapi pembangunan masih berjalan, NJOP ditetapkan dan Pergub 208/2016 keluar,” ucap Tigor ketika dihubungi Aktual, Senin (13/11).

Sebelum keluarnya NJOP Pulau C dan Pulau D, Tigor beranggapan jika Pemerintah Provinsi (Pemprov) telah melakukan berbagai manuver untuk melegalkan kedua pulau ini, salah satunya adalah menerbitkan Peraturan Gubernur Nomor 206 Tahun 2016 tentang Panduan Rancang Kota Pulau C, Pulau D dan Pulau E.

Ironisnya, aturan ini sendiri dikeluarkan saat kedua pulau sudah terbangun dan bahkan sudah terbentuk bangunan di atasnya.

“Kemudian sekarang keluar NJOP, itu kan manipulatif hukum. Tujuannya agar melanjutkan keberlangsungan Pulau C dan Pulau D,” jelas mantan pengacara LBH Jakarta ini.

Sebagai informasi, nilai NJOP sebesar Rp 3,1 juta terungkap saat Kepala Badan Aset Daerah DKI Jakarta Achmad Firdaus, menerangkan soal tindak lanjut kerjasama pemerintah dengan pengembang pasca penyerahan HPL dan HGB pada 28 Agustus 2017 lalu.

Sementara, pencabutan moratorium reklamasi oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan dilakukan pada 5 Oktober 2017, atau 38 hari setelah terungkapnya nilai NJOP Pulau C dan Pulau D.

“Penentuan NJOP adalah salah karena dilakukan saat moratorium berlangsung,” tutup Tigor menegaskan.

(Reporter: Teuku Wildan)

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan
Eka