Setelah Pimpinan dan anggota MPRS diganti dengan orang-orang yang anti terhadap Presiden Soekarno, yaitu antara lain, Ketua MPRS Chairul Saleh digantikan Jenderal TNI AD A.H. Nasution dan Wakil Ketua MPRS Ali Sastriamidojo diganti Osa Maliki kemudian mengeluarkan Ketetapan MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 yang mencabut kekuasan Presiden Soekarno.
Tragisnya, dalam bagian menimbang/konsideran Tap MPRS tersebut dituliskan, berdasarkan laporan Panglima Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (dhi. Jenderal Soeharto) dituduhkan bahwa Presiden Soekarno terlibat dalam peristiwa G.30S/PKI.
Berdasarkan tuduhan itulah akhirnya MPRS mencabut kekuasaan Presiden Soekarno.
Dalam pasal 6 Tap MPRS XXXIII/1967 itu terdapat ketentuan bahwa Jenderal Soeharto sebagai Pejabat Presiden berkewajiban untuk melakukan proses peradilan atas tuduhan Bung Karno terlibat dalam Peristiwa G.30S/PKI.
Namun, sampai Bung Karno meninggal dunia pada tanggal 21 Juni 1970 tidak pernah ada proses peradilan apapun, apalagi sebuah peradilan yang fair atas tuduhan keji yang dialamatkan kepada Bung Karno.
Akhirnya Sang Proklamator Bangsa Indonesia itu meninggal dunia dengan membawa beban yang amat berat bagi diri dan keluarganya sebagai tertuduh pengkhianat kepada bangsa dan negara yang ia ikut susah payah mendirikannya, melalui pemberontakan G.30S/PKI.
Setelah 45 Tahun berlalu, tuduhan keji Bung Karno melakukan pengkhianatan karena mendukung Peristiwa G.30S/PKI itupun diralat oleh Pemerintah Republik Indonesia.
Pada tanggal 7 November 2012 melalui Keputusan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Nomor 83/TK/Tahun 2012, Bung Karno mendapatkan status kenegaraan sebagai Pahlawan Nasional.
Pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Bung Karno tersebut memiliki implikasi hukum gugurnya tuduhan Bung Karno pernah melakukan pengkhianatan kepada bangsa dan negara sebagaimana tuduhan dalam Tap MPRS Nomor XXXIII/1967 tersebut.
Mengapa demikian, karena dalam pasal 25 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan diatur ketentuan bahwa syarat seorang tokoh bangsa Indonesia dapat memperoleh status gelar Pahlawan Nasional adalah apabila semasa hidupnya (antara lain) tidak pernah dihukum apalagi berkhianat kepada bangsa dan negara.
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby