Jakarta, Aktual.com — Indonesia Traffic Watch menilai kenaikan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan pajak progresif tidak efektif untuk menekan jumlah kendaraan apalagi perubahan yang signifikan untuk mengatasi kemacetan di ibukota Jakarta.

“Seharusnya kenaikan pajak kendaraan mempercepat  perbaikan transportasi angkutan umum dan infrastruktur lalu lintas dan angkutan jalan,” kata Ketua Presidium ITW, Edison Siahaan, Rabu (24/6).

Justru kenaikan PKB  hanya untuk menambah isi pundi-pundi Pemprov DKI, semata. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pemprov DKI dari sektor Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) akan semakin meningkat. Disusul dengan perberlakuan Perda DKI nomor 2 tahun 2015 sebagai perubahan dari Perda nomor 8 tahun 2010 tentang PKB.

Dikatakan, Perda yang berlaku sejak Mei 2015 mengatur tentang kenaikan PKB. Kenaikan pajak untuk kendaraan pertama yang awalnya 1,5 persen menjadi 2 persen dari Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB), atau naik sebesar  33,33 persen. Kenaikan tertinggi bagi kepemilikan kendaraan yang ke 17, yang sebelumnya  empat persen naik menjadi 10 persen dari NJKB atau meningkat 150 persen.

“Pendapatan Pemprov DKI dari sektor PKB dan pajak Bea Balik Nama Kendaraan Baru (BBN-KB) dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan (PBB-KB) dan Bea Balik nama Kendaraan setelah berganti kepemilikannya (BBN-2) menjadi primadona dalam  memperoleh pendapatan asli daerah,” ujar Edison.

Berdasarkan data anggaran APBD DKI  penerimaan PKB tahun 2013 mencapai Rp4,4 triliun, BBN-KB sebesar Rp5,2 triliun dan PBB-KB sebesar Rp1,1 triliun. Jika dijumlahkan, penerimaan pajak sektor transportasi tersebut mencapai Rp10,7 triliun.

Anehnya, dengan pendapatan sebesar itu, pembangunan dan pemeliharaan jalan serta moda dan sarana transportasi umum berjalan sangat lambat. Kemacetan masih terus menjadi momok menakutkan bagi warga Jakarta, karena sudah mengganggu aktifitas dan mematikan kreatifitas masyarakat.

“Pajak kendaraan bemotor harus dikembalikan pada sektor transportasi, untuk biaya pemeliharaan jalan maupun perbaikan dan pengadaan transportasi angkutan umum yang bisa mewujudkan keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas,”tegas Edison.

Edison menyarankan, untuk menekan jumlah kendaraan, Pemprov DKI membuat regulasi pembatasan kepemilikan kendaraan dengan alamat yang sama. Tentu harus didukung dengan sistem registrasi kepemilikan kendaraan yang terpadu dan modren. Sistem itu secara otomatis akan menolak  saat mengajukan registrasi kepemilikan kendaraan bagi pemilik alamat yang sama.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid