Jakarta, Aktual.com-Direktur kampanye Jaringan Tambang (Jatam) Ki Bagus Hadi Kusuma menyebutkan tindakan pemerintah memberi izin ekspor konsentrat kepada PT Freeport bukan saja melanggar Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tapi juga telah bentuk pembiaran terhadap permasalahan yang ditimbukan oleh perusahaan asal Amerika Serikat ini selama berada di Indonesia.
Bagus mengatakan selama beroprasi di Indonesia Freeport kerap melakukan tindakan kekerasan terhadap masyarakat asli Papua. Penggusuran dan penangkapan sewenang-wenang dilakukan untuk eskplorasi tambang emas tersebut.
“Bahkan Komnas HAM merekomendasikan Freeport telah melakukan pelanggaran HAM berat dalam kasus meninggalnya 28 pekerja yang terjebak longsor pada 14 Mei 2013,” ujarnya di Jakarta, Minggu (14/8).
Selain itu kerusakan lingkuangan juga dilakukan oleh Freeport. Sejumlah sungat di titik oprasi tambang rusak akibat limbah. Setidaknya lebih dari 1,6 miliar ton tailing telah digelontorkan di Sungai Aghawagon, Otomona dan Ajkwa. Bahkan saat ini Freeport sedang memperpanjang dan memperluas tanggul barat dan timur, sungai Minajerwi dan Tipuka adalah calon sungai yang terancam pencemaran Tailing Freeport saat ini.
“Pemerintah hingga saat ini tidak pernah melakukan evaluasi atas pencemaran dan perusakan lingkungan yang telah dilakukan Freeport. Seharusnya ini penjadi poin penting bagi Pemerintah sebagai bahan pertimbangan dalam pembahasan perpanjangan Izin ekspor konsentrat serta izin operasi Freeport yang akan mulai dibahas pada 2019,” ujarnya.
Dengan demikian Jatam meminta pemerintah bersikap tegas dan tidak lagi tunduk pada korporasi. Menurutnya permasalahan Freeport tidak bisa hanya dilihat dari sisi investasi, namun juga harus mempertimbangkan pelanggaran HAM, pencemaran dan kerusakan lingkungan yang sudah terjadi. Dia mendesak agar pemerintah segera melakukan evaluasi terhadap Freeport.
“Pemerintah harus melakukan moratorium operasi Freeport, menghentikan seluruh aktifitasnya selama evaluasi tersebut dilaksanakan. DPR harus memanggil Pemerintah dan Menteri ESDM untuk dimintai Pertanggungjawaban atas 5 kali pelanggaran UU Minerba No 4 Tahun 2009, melalui modus perpanjangan izin ekspor Freeport. Jika DPR dan pemerintah diam maka ini adalah kado kemerdekaan terburuk bagi warga Papua dan Indonesia. Sebaliknya kado yang indah bagi Freeport dan Investasi Amerika Serikat,” pungkas Hadi.
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta