Sementara itu, Direktur Eksekutif IGJ, Rachmi Hertanti, menjelaskan perjanjian stabilitas investasi tetap membuka peluang Freeport menggugat Indonesia ke Arbitrase Internasional.

Padahal, menurut Rachmi, rezim IUPK sudah tepat untuk mengakhiri kesewenangan investor tambang asing yang selama ini diakomodir dalam perjanjian Kontrak Karya.

“IUPK bersifat administratif dan pengaturannya sepihak, sehingga kewenangan negara lebih besar, dan jika ada sengketa cukup diselesaikan dalam PTUN,” jelasnya.

Namun, lanjutnya, jika perjanjian stabilitas investasi ini dikabulkan, maka posisi negara kembali setara dengan investor, dan hilanglah kewenangan memaksa negara terhadap investor.

Belum lagi hal yang paling krusial, ujar Rachmi, yaitu sengketa yang awalnya dapat diselesaikan di Pengadilan Tata Usaha Negara, bisa berubah menjadi sengketa perdata di lembaga arbitrase.

ANT

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Arbie Marwan