Jakarta, Aktual.com – Mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta Prijanto, menilai ada manipulasi aturan dalam izin reklamasi teluk Jakarta. Manipulasi itu, dengan cara melemparkan tafsir-tafsir oleh pejabat negara.
Dijelaskan Prijanto, izin tersebut menjadi polemik karena menggunakan dasar Kepres nomor 52 Tahun 1995 yang telah diganti dengen Perpres nomor 54 Tahun 2008 tentang penataan ruang kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur.
“Jadi kaitan kewenangan, jelas sudah ada PP nomor 26 Tahun 2008. Itu yang mengatakan Jabodetabekpunjur adalah kawasan strategis nasional. Kalau sudah seperti ini, kenapa ada kawasan nasional strategis dan ada yang tidak. Jadi enggak usah bingung-bingung, ini kewenangan siapa,” ujar Prijanto di Jakarta, Sabtu (9/4).
“Jadi jelas ada perbedaan kewenangan terhadap kawasan yang memiliki predikat strategis nasional dan tidak,” sambungnya.
Lebih lanjut, Prijanto menuturkan sebenarnya ada beberapa pemberian izin reklamasi, diantaranya izin prinsip dan izin pelaksanaan.
“Izin misal PT ini reklamasi pulau ini. Itu prinsip. Tapi kalau menuju dia bekerja, dia harus mengantongi izin pelaksanaan reklamasi, itu tidak mudah. Pada waktu saya dengan Pak Foke, ada yang sudah mengantongi izin prinsip. Izinnya itu kira-kira 5 tahun baru dikeluarkan pak Foke (Fauzi Bowo). Karena harus ada Amdal, UDPL, bisnis plan, kajian termodinamika. Banyak sekali,” katanya.
Menurutnya, dalam kasus reklamasi yang dikeluarkan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), ada payung hukum yang belum terpenuhi, tapi izin sudah dikeluarkan. Terlepas sudah dikeluarkan atau tidak, kata dia, di lapangan sudah terjadi pekerjaan.
“Seharusnya, kawasan strategis nasional sebelum dikeluarkan, sebelum ada pengerjaan di lapangan, harus ada perda zonasi. Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil,” cetus Prijanto.
Meskipun izin reklamasi sudah dikeluarkan, lanjutnya, izin amdal juga harus bisa menjawab bagaimana mengatasi banjir, bagaimana mengatasi sedimentasi, pencemaran, dan dampak sosial.
“Apabila itu bisa dijawab, maka go proyek itu. Tapi kalau dampak reklamasi sama sekali tidak bisa diatasi, tidak ada cara mengatasi, ya proyek itu tidak boleh berlangsung,” tandasnya.
Artikel ini ditulis oleh: