Jakarta, Aktual.com — Keputusan pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) untuk kembali memberikan izin perpanjangan ekspor kepada PT Freeport Indonesia terus disoroti oleh berbagai pihak.
Direktur Eksekutif Indonesian Reseources Studies (IRESS), Marwan Batubara mengungkapkan, sikap pemerintah tersebut tentunya membuat bingung publik akan arah dan cara berfikir pemerintah dalam menjalankan aturan perundang-undangan.
“Maunya pemerintah apa, Presiden Jokowi maunya apa ini, jelas-jelas ini adalah pelanggaran yang memang sengaja dan disadari telah dilakukan, telah melabrak UU dan aturan,” papar Marwan kepada Aktual.com, Jumat (12/2).
Marwan menuturkan, sikap sadar pemerintah yang melakukan pelanggaran sendiri terhadap peraturan yang dibuat sendiri menjadi citra buruk penegakan hukum dan aturan bagi negara lain.
“Ini menjadi preseden buruk, pemerintah Indonesia hobi melanggar UU yang dibuat sendiri, dengan sadar lagi,” tuturnya.
Menurut Marwan, meskipun ada kemungkinan alasan pemerintah dalam melakukan pelanggaran aturan dalam kaitannya dengan PT Freeport, tetapi mestinya pemerintah juga harus menjelaskan kepada publik dan masyarakat alasan itu.
“Kalau tidak dijelaskan ya itu juga pelanggaran. Selain itu, jika masyarakat dan publik tidak menerima alasan itu, tentu pemerintah jangan serta-merta melakukan pelanggaran lah,” tuturnya.
Seperti diketahui, Izin ekspor konsentrat PT FI telah dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan pada 10 Februari lalu setelah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengeluarkan surat rekomendasi perpanjangan ekspor ke PT FI sehari sebelumnya.
Padahal, sampai saat ini PT FI belum merealisasikan pembangunan smelter di Gresik, Jawa Timur. Selain itu, uang jaminan pembangunan smelter sebesar USD530 juta yang awalnya ditetapkan oleh Kementerian ESDM juga tidak dipenuhi oleh PT FI.
Justru kuota ekspor konsentrat kepada PT FI dinaikkan dari kuota izin ekspor sebelumnya, yaitu pada Juli 2015 hingga Januari 2016 mencapai 775 ribu ton. Terhitung sejak 10 Februari hingga 2 agustus 2016 meningkat menjadi 1 juta ton.
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan