“Karena di Lombok itu rata-rata land owner. Lahannya punya sendiri. Sampai 80 persen statusnya land owner. Sisanya sewa. Sebaliknya di Jawa 80 persen lahan berstatus sewa,” imbuh Dean.

Dengan kondisi itu, sebut dia, membuat petani menjadi lebih bertanggung jawab atas program kemitraan yang dijalani dengan konsep syariah.

“Makanya kami tidak meminta jaminan alias syariah. Yang dipinjamkan ke petani itu tidak pakai jaminan. Kalau dia pemilik lahan pasti dia tanggung jawab. Tapi kalau dia buruh atau sewa dikasih pinjaman bisa lari,” kata dia.

Hingga kini, dia masih disibukkan usaha memenuhi permintaan pasar lokal yang sangat tinggi yang belum terpenuhi. Pihaknya memasok ke wilayah Jawa Timur untuk memenuhi industri pakan ternak.

Hanya limbahnya saja yang diekspor, seperti ke Korea Selatan dan Jepang. Di kedua negara itu limbah jagung menjadi medium untuk budidaya jamur merang. Kalau di Indonesia masih memakai serbuk kayu, tapi di sana menggunakan limbah jagung.

Keberhasilannya menjadi petani berdasi jagung pakan, membuat Dean diminta sebagai konsultan pemerintah daerah yang tertarik untuk bertani jagung. Di antaranya Sulawesi Utara, Halmahera serta NTT.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara