Menteri BUMN Rini Soemarno (kedua kanan) didampingi Sekretaris Kementerian BUMN Imam Apriyanto Putro (kanan) dan jajaran deputi memberikan keterangan pers terkait Laporan 1 Tahun Kementerian BUMN di Jakarta, Senin (26/10). Realisasi proyek BUMN hingga semester I Tahun 2015 tercatat 30 dari 86 proyek strategis BUMN dengan serapan tenaga kerja mencapai 65.928 orang yang melibatkan 25 BUMN. ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf/ama/15.

Jakarta, Aktual.com — Pengamat kebijakan publik dari Studi Kebijakan Publik Yogyakarta, Tengku Wahyudi Saptaputra, mengatakan, persetujuan DPR RI terhadap hak angket Pelindo II selayaknya tidak hanya dilihat sebagai pintu masuk pengelolaan BUMN strategis. Hak angket Pelindo II juga diharapkan dapat menjalankan tugasnya sebagai alat negara untuk mempercepat kesejahteraan rakyat.

“Kehadiran Pansus Pelindo II merupakan momentum memperkuat kedaulatan ekonomi nasional,” kata Wahyudi kepada wartawan, Kamis (5/11).

Pelabuhan, menurutnya sudah seharusnya dilihat sebagai pintu gerbang perekonomian nasional. Pelabuhan juga bisa menjadi benteng kedaulatan ekonomi terhadap berbagai kejahatan ekonomi.

Ia menyinggung bagaimana kejahatan ekonomi itu terjadi di Pelindo II. Dimana Direktur Utama PT Pelindo II, Richard Joost (RJ) Lino secara sepihak memperpanjang pengelolaan JICT kepada asing.

“Pengelolaan JICT secara sengaja kepada asing dengan sewa yang murah dan tanpa tender, menunjukkan RJ Lino telah menggadaikan kedaulatan ekonomi pada asing,” tegas dia.

Ditambahkan, setelah 15 tahun JICT diserahkan pada asing, saat ini sebenarnya sudah saatnya pengelolaan JICT diserahkan kepada putra-putri bangsa sendiri. Hal ini sejalan dengan konsep Trisakti yang dijalankan Presiden Joko Widodo.

Persetujuan yang diduga dilakukan oleh Menteri BUMN Rini Soemarno terhadap Lino, ia mendesak Pansus Pelindo II segera memanggil Rini. Bagaimanapun, persetujuan Rini disebut dia nyata-nyata telah melanggar Undang-Undang.

“Persetujuan Rini nyata-nyata melanggar UU Pelabuhan dan Rini tidak bisa mengabaikan Menteri Perhubungan hanya karena posisinya yang merasa dekat dengan Presiden,” demikian Wahyudi.

Artikel ini ditulis oleh: