Jakarta, aktual.com – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menerbitkan Peraturan Menteri Nomor 26 Tahun 2021 tentang PLTS Atap yang Terhubung pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk kepentingan Umum (IUPTLU). Aturan ini menggantikan Permen ESDM Nomor 49 Tahun 2018.

Namun dalam realisasinya, ternyata industri merasa dipersulit dengan adanya kebijakan PLN yang membatasi pemanfaatan PLTS Atap sampai 15% dari kapasitas.

ATW Solar, perusahaan penyedia sistem listrik surya atap, mengakui adanya pembatasan tersebut.

“Saat ini ada kebijakan dari PLN yang mebatasi maksimal instalasi kapasitas PLTS sebesar 10-15% dari total kapasitas PLN terpasang. Yang bertolak belakang dengan peraturan ESDM dengan maksimal 100% dari PLN terpasang,” kata Sales Engineer ATW Solar Tungky Ari, Kamis (9/6).

Padahal Indonesia berkomitmen menurunkan emisi, sebagaimana janji pada COP 26, (2/11). Salah satu langkah konkret adalah menurunkan emisi dengan memanfaatkan energi terbarukan sebagai sumber untuk menghasilkan listrik. Indonesia memasang target cukup ambisius, yakni bauran energi terbarukan sebesar 23% pada 2025.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa mengatakan untuk mencapai target 23% bauran energi terbarukan pada 2025, perlu tambahan 14 GW pembangkit energi terbarukan.

Kalau melihat RUPTL PLN, Indonesia hanya akan membangun 10,9 GW pembangkit energi terbarukan hingga 2025. Masih ada kekurangan 3-4 GW untuk mencapai bauran 23%.

“Kekurangan ini coba ditambah dengan PLTS atap, dengan target 3,6 GW sampai 2025. Tindakan PLN membatasi 10-15% kapasitas PLTS membuat keekonomian PLTS jadi rendah dan tidak menarik. Minat masyarakat memasang PLTS atap menjadi turun. Konsekuensinya kita akan gagal mencapai target energi terbarukan dan target penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) dan NDC,” kata Fabby.

Kajian terbaru Trend Asia, organisasi sipil yang fokus pada isu lingkungan, menyebutkan, dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir penambahan kapasitas terpasang pembangkit energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia sangat rendah, hanya 0,8% per tahun.

Peneliti Trend Asia, Andri Prasetyo mengatakan, dengan sisa waktu yang ada dan upaya penambahan target bauran EBT yang mbelum berjalan maksimal, Permen PLTS Atap diharapkan dapat menggenjot capaian bauran energi dalam beberapa tahun ke depan melalui strategi pelibatan multipihak.

“Sayangnya ini tidak berjalan. Dengan kondisi dan kebijakan saat ini, target 23% bauran EBT pada 2025 besar kemungkinan gagal untuk tercapai,” tegas Andri.

Hal ini sempat menjadi perbincangan hangat oleh para Netizen Twitter yang ramai membicarakan salah satu perusahaan yang mengaku dipersulit saat ingin memasang Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap di pabriknya. Puncaknya, tagar #JokowiTegurPLN dan #PLNJanganGituDong sempat bertengger di daftar trending topics Twitter.

“Dis! Industri mau pake energi bersih tapi kapasitasnya dibatasi sama PLN. Aturan dari mana?” cuit akun @AREAJULID, Kamis (2/6) Cuitan yang dilengkapi potongan gambar pemberitaan mengenai kesulitan salah satu perusahaan memasang PLTS Atap mendapat respons beragam dari netizen.

“Logis, karena PLN masih punya banyak pasokan non green energy. Kalo company tiba-tiba pada pilih green energy, ya ga laku PLN nya. Selain itu, emang listrik di Indonesia kan masih monopoly, PLN tok. SDA dikuasai negara untuk kesejahteraan rakyat (tertentu). HAHAHAHA dahlah,” akun @HamburgerWay menaggapi cuitan @AREAJULID.

Akun @mediocrickey ikut-ikutan dengan meretweet. “Gimana ceritanya pemerintah udah keluarin aturan baru PLTS Atap, tapi PLN nolak ngejalanin? Kalo udah gini, harusnya #JokowiTegurPLN? Sampe di-up arjul lagi kan,” cuitnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain