Terdakwa korupsi proyek kasus e-KTP Setya Novanto saat menjalani sidang putusan sela di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (4/1/). Dalam sidang tersebut hakim menolak nota keberatan Setya Novanto atas dakwaan JPU terkait kasus dugaan korupsi mega proyek e-KTP dengan kerugian negara sekitar Rp 2,3 triliun. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Mantan Ketua DPR Setya Novanto dengan bercanda mengatakan para anggota DPR yang disebut menerima uang dari proyek KTP-Elektronik langsung menghabiskan uang yang mereka dapatkan segera setelah menerimanya.

“Bagaimana respon orang DPR setelah menerima uang?” tanya jaksa penuntut umum (JPU) KPK Dame Maria Silaban di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (2/10).

“Langsung hilang, ha ha ha, saya sedang rapat saat itu,” kata Setya Novanto (Setnov) dengan nada bercanda seraya tertawa.

Setnov menjadi saksi untuk rekan satu partainya, anggota DPR 2009-2014 dari fraksi Partai Golkar Markus Nari yang didakwa menerima keuntungan 1,4 juta dolar AS dari proyek KTP-Elektronik (KTP-E).

Markus juga didakwa sengaja mencegah atau merintangi secara langsung atau tidak langsung pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap saksi Miryam S. Haryani dan Sugiharto dalam perkara tindak pidana korupsi proyek KTP-E atas nama terdakwa Irman dan Sugiharto.

Pernyataan Setnov itu terkait dengan kesaksian keponakannya, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo yang mengaku menjadi kurir yang menyerahkan uang kepada para anggota DPR sesuai dengan permintaan pengusaha Andi Narogong.

“Saya membawa uang ke lantai 12 kantor Pak Setnov, Lalu Pak Setnov menunjuk Markus Nari dan Mekeng yang duduk di ruang tamu Pak Setnov,” klata Irvanto yang juga menjadi saksi dalam sidang tersebut.

Selanjutnya Irvanto mengaku langsung memberikan uang 1 juta dolar AS kepada Markus Nari yang duduknya lebih dekat dengannya.

“Saya mengatakan ke Markus Nari ‘Pak ini ada titipan dari Andi Agustinus’,” kata Irvanto.

Mendengar pernyata,an Irvanto terseut, jaksa kembali bertanya kepada Setnov apakah mengetahui pemberian uang itu.

“Saya tidak melihat itu, tapi kejadiannya setelah saya jadi ketua DPR,” jawab Setnov.

Irvanto juga mengaku memberikan uang-uang lain sesuai dengan permintaan Andi Narogong dan Made Oka Masagun.

Irvanto menyerahkan 500 ribu dolar Singapura untuk politikus Golkar Chairuman Harahap.

“Saya titip ke anaknya Pak Chairuman 500 ribu dolar Singapura di kafe Victoria Pondok Indah Mall, duitnya dari Pak Andi, lalu 1 juta dolar Singapura saya serahkan ke Pak Chairuman di hotel Mulia,” ungkap Irvanto.

Dia juga menyebut diberikan kepada politikus Agun Gunanjar uang sejumlah 1,5 juta dolar Singapura dalam 2 kali, yaitu 500 ribu dolar Singapura di Senayan City dan 1 juta dolar Singapura di rumahnya di Kalibata.

Kemudian untuk politik Partai Demokrat Jafar Hafsah 100 ribu dolar AS di kantornya di DPR. Irvanto memberikannya dengan diantar Setnov.

Masih ada untuk politikus Partai Demokrat Nurhayati Assegaf 100 ribu dolar AS yang diserahkan di ruang kerja di DPR.

Selanjutnya politikus Partai Golkar Ade Komaruddin 700 ribu dolar AS diserahkan di ruangannya.

“Semuanya atas perintah Pak Andi, kecuali untuk Pak Chairman atas perintah dari Pak Oka. Uang itu berasal dari uang ‘money changer’ yang saya tukar sebesar 3 juta dolar AS,” tambah Irvanto.

Irvanto mengaku tidak punya catatan mengenai pemberian-pemberian tersebut tapi mengingatnya secara detail.

Namun Andi Narogong yang juga menjadi saksi dalam kasus tersebut membantah menyuruh Irvanto menyerahkan uang tersebut.

“Tidak pernah pernah nyuruh Irvanto untuk memberikan uang,” kata Andi.

Setnov sendiri mengaku tidak bertanya juga soal penerimaan-penerimaan uang kepada anggota DPR tersebut.

“Saya tidak tanya, hanya sempat tanya ke Chairuman, katanya untuk pilkada, sisanya saya tahu saat sidang saya kemarin,” ungkap Setnov.

Anggota hakim Anwar.juga ikut bertanya kepada Setnov jatah uang yang diberikan kepadanya.

“Hanya Tuhan yang tahu, yang jelas saya menghormati putusan hakim, ha ha ha,” kata Setnov.

Markus Nari sendiri membantah menerima uang dari Irvanto.

Terkait perkara ini, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo dan Made Oka Masagung sudah divonis 10 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan. Sedangkan ANdi Narogon divonis 8 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan ditambah kewajiban membayar uang pengganti sebesar 2,15 juta dolar AS dan Rp1,186 miliar.

Sedangkan Setnov dijatuhi vonis 15 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan ditambah kewajiban pembayaran uang pengganti 7,3 juta dolar AS.

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan