Jakarta, Aktual.com – Wakil Ketua Setara Institute, Bonar Tigor Naipospos, menghimbau pemerintah memperhatikan media-media yang sering digunakan untuk melakukan perekrutan maupun yang menyebarkan ujaran-ujaran kebencian.
Sebab keberadaannya bisa menyebabkan generasi muda menjadi radikal dan menumbuhkan niat mereka untuk bergabung dengan kelompok-kelompok radikal. Hal ini ditekankan sejalan dengan percobaan bom bunuh diri di Gereja Katolik Stasi Santo Yosep, Jalan Mansyur Medan, Sumatera Utara pada Minggu (28/8) kemarin oleh IAH patut mendapat perhatian dari berbagai pihak.
“Kondisi pelajar di tingkat sekolah menengah atas (SMU) juga harus mendapat perhatian,” terang Bonar dalam keterangan persnya, Senin (29/8).
Baik dari segi pendidikan, termasuk di dalamnya kurikulum dan materi-materi bermuatan radikal dalam bahan bacaan maupun keberadaan kelompok-kelompok tertentu yang mengajarkan radikalisme dan intoleransi.
“Pengawasan ini harus tetap mempertimbangkan hak-hak warga negara, termasuk hak menyatakan pendapat dan berekspresi, sehingga tidak menimbulkan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di kemudian hari,” jelas Bonar.
Sebelumnya, Setara Institute juga menyoroti peran media sosial yang sangat berpengaruh terhadap munculnya paham radikal. Meski sebagian telah ditutup oleh pemerintah, keberadaan grup tertutup ini berkontribusi kuat pada penyebaran radikalisme melalui dunia maya.
“Melalui media internet inilah anak muda disasar menjadi simpatisan, aktor, atau bahkan sekadar individu yang beraksi secara tersendiri tetapi termotivasi oleh konten di dunia maya,” jelas Bonar. (Soemitro)
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid