Jakarta, Aktual.com — Pengacara Suryadharma Ali atau SDA, Humphrey Djemat mengaku belum menerima surat perintah penyidikan baru terhadap kliennya. Kasus korupsi yang disematkan KPK terhadap SDA yakni, kasus korupsi penyelenggaraan haji di Kementerian Agama periode 2012-2013 dan 2010-2011.
“Belum, sampai saat ini belum,” katanya di gedung KPK Jakarta, Senin (15/6).
Humphrey mengaku, belum tahu sama sekali mengenai dugaan sangkaan baru kepada kliennya tersebut. “Pak Surya juga belum pernah diperiksa mengenai sangkaan itu,” kata dia.
Hari ini, Humphrey yang juga Wakil Ketua Umum PPP versi Muktamar Jakarta bersama dengan Ketum PPP Djan Faridz mendatangi KPK, untuk memohon penangguhan penahanan terhadap Suryadharma.
“Niat kedatangan saya ke KPK ingin menghadap pimpinan KPK, saya dan rombongan berharap diterima untuk berjumpa dengan salah satu ketua untuk memohon penangguhan penahanan dari pada Pak Suryadharma Ali karena beliau adalah pengurus dari Partai Persatuan Pembangunan karena beliau adalah ketua majelis pertimbangan partai,” kata Djan Faridz.
Alasan lain penangguhan adalah karena sebelumnya pimpinan KPK nonaktif Abraham Samad dan Bambang Widjojanto ditangguhkan penahanannya oleh pihak kepolisian.
“Jadi, menurut hemat kami, ada baiknya Pak Surya diberikan penangguhan penahanan dengan alasan hak asasi. Beliau juga ditahan sampai batas waktu yang tidak jelas seperti ini, ya harus mendapatkan perlakuan yang sama. KPK juga harus perlihatkan hal sama supaya tidak ada diskriminasi di antara semua pihak untuk hal tersebut,” ujar Humphrey.
Menurut Humphrey semua pengurus PPP bersedia untuk menjadi penjamin penangguhan penahanan Suryadharma. Dalam kasus ini, KPK menduga ada penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan Suryadharma yaitu terkait pemanfaatan sisa kuota haji, pemanfaatan fasilitas PPIH dan penyelewengan dalam pengadaan catering dan pemondokan.
Dugaan kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp1 triliun pada 2012-2013. Suryadharma Ali diduga mengajak keluarganya, unsur di luar keluarga, pejabat Kementerian Agama hingga anggota DPR untuk berhaji padahal kuota haji seharusnya diprioritaskan untuk masyarakat yang sudah mengantre selama bertahun-tahun.
Sangkaan yang dikenakan adalah berdasar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 KUHP.
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu