Jakarta, Aktual.com – Publish What You Pay (PWYP) meminta PT Freeport Indonesia (PTFI) menghormati hukum perundang-undangan yang berlaku di Indonesia sebagai wujud dari kedaulatan negara.
Koordinator PWTP, Maryati Abdullah menuturkan; sebagai pemilik hak kuasa pertambangan (Mineral Right), tentunya Pemerintah Republik Indonesia memiliki kewenangan untuk mengatur tata kelola pemanfaatan bahan mineral kekayaan sumber daya alam Indonesia, melalui pembuatan dan penegakan Undang-Undang dan tata peraturan yang sesuai dengan nilai-nilai Konstitusi Republik Indonesia.
“Untuk itu, upaya pemerintah Indonesia melakukan negosiasi dengan pemegang Kontrak Karya Freeport dalam rangka melakukan penyesuaian dan penegakan perundangan yang berlaku di Indonesia, harus dihargai sepenuhnya sebagai wujud kedaulatan Republik Indonesia,” kata Maryati, di Jakarta, Senin (27/2).
Kemudian tambahnya, dalam masa proses negoisasi, sebaiknya masing-masing pihak menahan diri dari kebijakan atau tindakan-tindakan yang sensitif, baik secara sosial maupun ekonomi seperti pengurangan tenaga kerja, dan lain sebagainya.
“Untuk itu, upaya terbaik kedua belah pihak adalah melakukan renegosiasi sebaik mungkin dengan tetap menghormati hak-hak dan kedudukan masing-masing pihak, mencari jalan terbaik dan solusi terbaik (win-win solution),” tandasnya.
Untuk diketahui, melalui Undang Undang No.4 Tahun 2009 mewajibkan pemurnian dalam negeri melalui pembangunan smelter. Khususnya pemegang Kontrak Karya (KK) tidak diperkenankan melakukan ekspor mineral mentah sejak terhitung 5 tahun setelah UU diterbitkan.
Namun hingga melampaui ambang batas waktu PTFI tidak menyelesaikan pembangunan semelternya, sehingga dengan berlakunya larangan ekspor membuat gangguan bagi produksi.
Adapun celah hukum yang ditawarkan pemerintah yaitu peralihan dari KK Menjadi Ijin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) karena memang di dalam UU itu tidak disebutkan batasan waktu larangan ekspor bagi IUPK, kendati dipahami UU tersebut menekan semangat hilirisasi.
Namun sayangnya PTFI menolak tawaran perubahan kontrak melalui ketentuan PP No Tahun 2017 dengan alasan mengenai ketentuan perpajakan (prevailing vs naildown), dan ketentuan mengenai divestasi
(Laporan: Dadangsah Dapunta)
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Eka