Jimbaran, Aktual.com – Menteri Keuangan Sri Mulyani memaparkan struktur penerimaan dan belanja negara dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN). Dimana pada tahun 2016 lalu disebutnya sebagai tahun yang tidak biasa dalam pengelolaan dan pelaksanaan APBN Indonesia.
Berbicara dalam kuliah umum di Kampus Universitas Udayana, Jumat (20/1), ia menyatakan APBN 2016 mengalami perubahan dua kali melalui APBN Perubahan dan melalui Inpres Nomor 8 Tahun 2016. Perubahan pelaksanaan APBN menyangkut baik sisi pendapatan maupun belanja.
“Penerimaan dalam negeri yang semula diperkirakan mencapai Rp1.784,2 triliun yang terdiri dari pendapatan perpajakan Rp1.539,2 triliun dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Rp245,1 triliun, pada akhir Juli dikoreksi sangat signifikan,” katanya.
Penerimaan pajak diperkirakan hanya akan tercapai Rp1.320,2 triliun atau mengalami kekurangan penerimaan Rp219 triliun. Sementara PNBP diperkirakan akan mencapai Rp260,7 triliun atau mengalami kenaikan Rp15,6 triliun.
Koreksi penerimaan perpajakan ini, ungkap Menkeu, menggambarkan kondisi perekonomian Indonesia yang turut dipengaruhi pelemahan ekonomi global, menurunnya perdagangan internasional dan melemahnya harga komoditas.
“Selain itu, kapasitas Direktorat Jenderal Pajak sebagai institusi pengumpul pajak memerlukan perbaikan kinerja dan reformasi menyeluruh,” ujarnya.
Dengan adanya risiko penerimaan negara yang tidak tercapai secara signifikan, Sri Mulyani menyatakan perlunya langkah korektif agar APBN kembali kredibel dan efektif menjaga ekonomi nasional. Yakni dengan memotong anggaran belanja secara hati-hati dan selektif agar tidak mengganggu momentum pergerakan ekonomi.
Disebutkan pula pemotongan belanja kementerian dan lembaga sebesar Rp64,7 triliun lebih merupakan langkah perbaikan efisiensi belanja dan pengurangan belanja tidak prioritas.
Adapun realisasi pengendalian belanja daerah sebesar Rp65,4 triliun berupa penundaan Dana Bagi Hasil dan penghematan Dana Transfer Khusus. Untuk DAU yang semula ditunda, semuanya sudah dibayarkan kembali pada akhir 2016.
Menkeu juga membeberkan Program Pengampunan Pajak yang regulasinya diundangkan pada Juli 2016 dan menjadi tonggak sejarah perpajakan Indonesia karena menjadi ajang ‘hijrah’ bagi wajib pajak yang selama ini tidak patuh.
“Pemerintah akan terus membangun budaya kepatuhan pajak melalui reformasi perpajakan secara menyeluruh,” tegas dia.
Kesediaan Presiden Joko Widodo untuk turun langsung melakukan sosialisasi menjadikan pelaksanaan amnesti pajak berhasil jika dibandingkan dengan negara lain yang melakukannya.
Selain kontribusi Rp107 triliun terhadap penerimaan negara, indikasi keberhasilan lainnya adalah terwujudnya penguatan rupiah. Terlihat dari rata-rata nilai tukar rupiah tahun 2016 yang berada pada level Rp13.307 per dollar AS atau lebih kuat dibandingkan dengan asumsi APBN Perubahan sebesar Rp13.500 per dollar AS.
“Melalui berbagai kebijakan yang telah dilakukan, pertumbuhan ekonomi pada 2016 diperkirakan mencapai 5,0 persen, meningkat 0,2 persen dari tahun 2015,” katanya.
Sementara itu, inflasi tahun 2016 diperkirakan mencapai 3,02 persen. Defisit APBN tahun 2016 dapat dijaga pada batas yang aman, yaitu Rp307,7 triliun atau 2,46 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
“Kondisi ini mengembalikan kredibilitas APBN sebagai instrumen kebijakan fiskal yang efektif,” tutup dia.
(Bobby Andalan)
Artikel ini ditulis oleh: