Jakarta, Aktual.com — Meskipun sudah banyak koruptor yang berhasil ditangkap dan menjalani proses persidangan, namun pada kenyataannya masih banyak yang sulit untuk dijerat.

“Jujur, kita kesulitan untuk menjerat pelaku korupsi. Gugatan pra-peradilan sudah menjadi tren dari para pelaku untuk melepaskan diri dari tuduhan melawan hukum. Tidak hanya korupsi. Kasus lainnya juga terjadi hal yang serupa yaitu pra peradilan,” ujar Jaksa Agung, Muhammad Prasetyo saat berada di Surabaya, Rabu (23/9).

Menurutnya, aparat Kepolisian bersama Kejaksaan sudah kerap kali menangkap koruptor atau pelaku lainnya. Namun, tren pra-peradilan sulit menjadikan orang yang dituduh melanggar hukum menjadi tersangka. Bedanya, kasus korupsi tidak mudah.

Ketika timbul korban jiwa, maka pelaku pembunuhan masih bisa dijerat dengan pasal menghilangkan nyawa seseorang.

“Namun berbeda dengan kasus korupsi. Ketika proses hukum saja, masih bisa dimentahkan. Jadi, itulah perlunya mengumpulkan bukti-bukti kuat agar pelaku bisa dijerat,” katanya lagi menambahkan.

Masih di kesempatan yang sama, Jaksa Agung M Prasetyo menyebutkan, bahwa di sektor pemerintah dan swasta, proyek lelang barang serta jasa sebagai tempat rawan korupsi.

“Meski sudah ada e-katalog, namun kenyataannya masih terjadi lelang dan dilakukan korupsi,” bebernya.

Begitu pula di sektor pertambangan, transportasi dan perhubungan. Di sektor-sektor tersebut masih rentan terjadi korupsi. Ironisnya, kata ia, ketika sudah menjadi ranah hukum, ternyata masih ada hakim dan pengacara yang bisa dibeli.

“Jika ada hakim dan pengacara yang bisa dibeli, maka tagline-nya ‘Maju tak gentar bela yang bayar’,” keluhnya.

Oleh sebab itu, di sektor-sektor yang rawan tersebut, diharapkan agar para pejabat tidak diberi kelonggaran untuk bisa melakukan korupsi.

Artikel ini ditulis oleh: