Presiden Joko WIdodo (kiri) berdiskusi dengan Jaksa Agung Prasetyo terkait dokumen Tim Pencari Fakta (TPF) kematian Munir di Istana Negara, Jakarta, Rabu (26/10). Pemerintah mengapresiasi dan menghargai penjelasan mantan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono tentang dokumen Tim Pencari Fakta (TPF) kematian Munir, namun, pemerintah melalui Jaksa Agung ingin mencari dokumen asli hasil kerja TPF dengan bertemu dan mengkonfirmasi langsung kepada Ketua Umum Partai Demokrat tersebut. ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma/pd/16

Jakarta, Aktual.com – Reformasi birokrasi era HM Prasetyo menjadi Jaksa Agung dinilai jalan ditempat alias tidak menjalankan “roadmap” yang telah ditetapkan Kementrian PAN-RB.

Menurut Direktur Eksekutif Indonesia Justice Watch, Akbar Hidayatullah, hal ini dilihat dari sistem rekrutmen, pendidikan, mutasi dan promosi pejabat di Kejaksaan tidak memiliki tolak ukur yang jelas.

“Tentu saja hal ini berpengaruh dari kualitas kinerja Kejaksaan secara keseluruhan,” ujar dia, Selasa (22/11).

Selain itu menurut dia, hal ini juga tercermin dari ramainya kriminalisasi dan pengusulan pemecatan sejumlah jaksa berprestasi.

Ia menilai, permasalahan ini lantaran figur M. Prasetyo yang berasal dari politikus Nasdem, dimana bekerja sesuai agenda partai.
“Usul pemecatan diduga terjadi karena adanya intervensi politik. Banyak jaksa berprestasi dan berkualitas sengaja disingkirkan oleh oknum-oknum rezim yang korup. Kejaksaan ini kan lahan basah dan strategis, rakyat tahu itu!,” tegasnya.

Menurut dia, banyak SDM yang potensial yang seharusnya dapat berkontribusi bagi organisasi kejaksaan. Sayangnya, keberadaan mereka tidak didukung dengan promosi dan mutasi di lingkungan kejaksaan, bukti bahwa “merit system” belum transparan dan terukur secara objektif.

“Ketika jaksa berprestasi dan sudah diakui prestasinya oleh masyarakat, diusulkan untuk dipecat oleh kejaksaan. Maka dapat dipastikan bidang pembinaan dan pengawasan di Kejagung telah gagal total. Jelas sekali adanya intervensi politik,” imbuhnya.

Dirinya pun menyayangkan sikap Jaksa Agung, seperti alergi terhadap kritik sejumlah lembaga yang memberikan catatan buruk kinerjanya dalam dua tahun terakhir ini. Padahal, kata dia, kritik tersebut merupakan masukan positif bagi Kejaksaan dari suara rakyat.

“Jika dikritik rakyat saja tidak mau, dan justru bersikap melindungi diri sendiri lalu sebenarnya Jaksa Agung ini bekerja untuk siapa? Maka sangat lah wajar bila tingkat kepercayaan rakyat terhadap Pemerintahan Jokowi akan terpengaruh. Ingat, suara LSM adalah suara masyarakat juga!” tandasnya.

Terpisah, Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon merekomendasikan Komisi III memanggil Jaksa Agung, terkait catatan kinerja buruk selama dua tahun terakhir ini.

Menurut politikus Gerindra itu, Prasetyo tidak mampu menunjukkan performa positif bagi institusi Kejaksaan Agung. “Saya berharap Presiden Joko Widodo mencopot Prasetyo. Karena Jaksa Agung dari parpol, lebih banyak agendanya politik,” kata Fadli.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby