Jakarta, Aktual.com — Pemberantasan korupsi di Indonesia belum efektif, khususnya dalam memulihkan aset yang ‘dirampok’ para pelaku korupsi. Sebab, kerugian negara dari 1.365 kasus korupsi yang telah berkekuatan hukum tetap, sejak 2001 hingga saat ini mencapai Rp168,19 triliun.

Ironisnya, dari nilai itu  uang yang berpotensi kembali ke negara hanya Rp15,09 triliun saja atau sekitar 8,97 persen.

Kriminolog Universitas Indonesia, Ferdinand Andi Lolo menyatakan, sejatinya pemerintah memiliki ‘kendaraan’ untuk menyelesaikan barang rampasan atau mengoptimalkan penerimaan kas negara dari kerugian yang ditimbulkan dari kejahatan korupsi.

“Seharusnya dapat diselesaikan lewat Pusat Pemulihan Aset (PPA) di Kejaksaan Agung.  Karena melalui PPA akan lebih mudah melakukan kontrol terhadap barang rampasan. Kalau tidak ada PPA, kontrol akan barang itu jadi sulit. Karena berpotensi ‘dimainkan’ oleh oknum penyidik,” ujar Ferdinand, Rabu (29/7).

Ia menuturkan, sistem yang ada di PPA sebenarnya sudah memenuhi transparansi dan akuntanbilitas publik, dimana aset yang disita dimasukkan ke dalam situs dan publik ‎bisa mengakses.

Hal itu, menurut dia, meminimalisir potensi korupsi yang akan dilakukan penyidik.”Karena ketika penyidik menyita 10 kemudian mengatakan 5 itu publik bisa bertanya dalam situs PPA ada 10, 5-nya ke mana? Itu untuk mengurangi penggelapan. Kalau tidak ada PPA, dampaknya kemungkinan terjadinya double corruption,” ‎cetusnya.

Ia merasa yakin, melalui PPA kecurangan dapat diminimalisir karena barang rampasan itu langsung masuk ke kas negara.

“Ketika ada lelang. Misalnya ada properti atau apa, uang itu langsung dibayar ke kas negara atau apa bukti penerimaan itu dibuktikan kepada negara baru dirilis,” tutur Ferdinand.

Sayangnya, keberadaan PPA di era Jaksa Agung HM Prasetyo saat ini seperti tidak ada tajinya. “Jaksa Agung saat ini tidak memiliki perhatian pada pemulihan aset. Hal ini, berbanding terbalik dengan mantan Jaksa Agung Basrief Arief yang fokus pada pemulihan aset,. Padahal PNBP masih banyak yang belum tertagihkan,” tegasnya.

“Sekarang sepertinya mengendur. Dan Kejaksaan sepertinya disibukkan isu yang lain,” tukasnya.

Pemerhati kejaksaan, Kamilov Sagala pun menyatakan miris dengan kinerja Jaksa Agung dan pimpinan PPA saat ini. “Sangat miris dan prihatin dengan kinerja Jaksa Agung dan PPA yang belum maksimal terkait pengembalian kerugian negara,” kata Kamilov.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby