Jakarta, Aktual.com — Jaksa Agung Muhammad Prasetyo menyindir pengusaha Hary Tanoesoedibjo, yang tidak memenuhi panggilan untuk diperiksa dalam kasus dugaan korupsi restitusi pajak PT Mobile 8 Telecom.
Menurut dia, seharusnya Hary Tanoe hadir menjalani pemeriksaan yang sudah diagendakan jaksa penyidik bila merasa tidak terlibat dalam kasus tersebut.
“Kemarin Hary Tanoe diundang tapi katanya enggak datang alasannya saya enggak tahu apa. Kalau enggak salah engga usah takut, datang saja. Itu kuncinya,” kata Prasetyo di Kejagung, Jakarta, Jumat (11/3).
Dia mengaku heran dengan sikap dari Ketua Umum Partai Perindo ini. Sebab, kata Prasetyo di hadapan media, Hary Tanoe dan tim kuasa hukumnya kerap membantah menjadi bagian yang terlibat dalam dugaan rasuah itu.
Bahkan, Hary Tanoe dan tim kuasa hukumnya terus menyebut kasus restitusi pajak bernuansa politisasi. “Saya enggak tahu ini wujud dari apa.”
Tak hanya itu, Prasetyo juga memperlihatkan kegeramannya terhadap Hotman Paris Hutapea selaku kuasa hukum Hary Tanoe, yang meminta Kejagung mencopot Yulianto dari jabatannya sebagai Kasubdit Penyidikan pada Jampidsus dan Ketua Tim Penyidik kasus dugaan korupsi restitusi pajak PT Mobile 8 Telecom.
Dengan ocehan pengacara Hary Tanie tersebut, justru Prasetyo mempertanyakan kewenangan Hotman Paris ingin merubah jabatan struktural di internal Korps Adhyaksa. Ia menilai permintaan Hotman Paris jelas mengintervensi Kejagung.
“Apa kewenangan dia, enggak ada kewenangan mereka. Kita lihat lah, itu terbukti bahwa mereka mengintervensi kita.”
“Ini kewenangan kita, ini masalah kita, domain kita. Rasanya tidak ada satu pun pihak yang bisa mempengaruhi kita.”
Dalam kasus ini, Kejagung telah memanggil Hary Tanoe untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi restitusi pajak PT Mobile 8 Telecom. Namun, Hary Tanoe tidak bisa hadir dan meminta jadwal pemeriksaan diundur karena sedang berada di luar kota.
Diketahui, kasus ini telah ditingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan dengan adanya bukti transaksi palsu terkait permohonan restitusi antara PT Mobile 8 dengan PT Jaya Nusantara pada periode 2007-2009. Di mana, dalam kurun waktu tersebut, PT Mobile 8 diduga telah memalsukan bukti transaksi dengan PT Jaya Nusantara hingga mencapai Rp 80 miliar.
“PT Jaya Nusantara sebenarnya tidak mampu untuk membeli barang dan jasa telekomunikasi milik PT Mobile 8. Transaksi pun direkayasa, seolah-olah terjadi perdagangan dengan membuatkan invoice sebagai fakturnya,” ujar ketua tim penyidik perkara tersebut, Ali Nurudin.
Setelah diajukan, permohonan restitusi pajak pun dikabulkan oleh KPP Perusahaan Masuk Bursa Jakarta pada 2009. Padahal, bukti transaksi yang menjadi dasar pengajuan restitusi tersebut merupakan barang palsu yang dibuat oleh PT Mobile 8 itu sendiri.
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu