Jaksa Agung RI, HM. Prasetyo saat mengikuti Rapat Kerja dengan Komisi III DPR RI di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (17/9/2015). Rapat tersebut membahas RKAKL 2016.

Jakarta, Aktual.com — Jaksa Agung HM Prasetyo terus disorot sepekan terakhir. Bahkan Koalisi Masyarakat Sipil Anti Kriminalisasi (Taktis) yang terdiri dari KontraS, ICW dan YLBHI meminta mantan politisi Partai Nasional Demokrat (Nasdem) ini untuk mundur dari jabatanya.

Prasetyo mengaku heran dengan desakan tersebut. Menurutnya desakan yang memintanya mundur tidak sejalan dengan kinerja Kejaksaan Agung yang tengah getol mengungkap kasus korupsi.

“Mestinya aktivis anti korupsi mengedepankan fakta dan obyektifitas. Kita justru berharap dukungan aktivis antikorupsi ketika menangani pekara korupsi. Kita menangani kasus korupsi tapi malah disudutkan kita,” kata Prasetyo dalam siaran pers, Senin (25/10).

Jaksa Agung menyayangkan masih munculnya tudingan miring terhadap pengambil alihan perkara dana bansos Sumut. Terlebih hal itu dikaitkan dengan penersangkaan terhadap Patrice Rio Capella dalam kasus dugaan suap dalam kasus yang sama oleh KPK.

“(Pengambil alihan) untuk menghindari aspek kepentingan. Kita menghindari beban psikologis ewo pakewu, kenapa dikait-kaitkan dengan Rio Capella,” kata Jaksa Agung.

Prasetyo kembali mengungkit mengenai penanganan kasus penyuapan hakim PTUN Medan yang lambat laun disebut menyeret dirinya. Malah Prasetyo menegaskan agar KPK mengungkap keseluruhannya.

“Ketika KPK OTT di PTUN Medan, ketika mereka mengatakan menangkap hakim dan panitera, saya sejak awal mengatakan ungkap tuntas. Saya apresiasi dan bahkan meminta dituntaskan kasus itu hingga ke dalangnya,” tegas Prasetyo.

Sebelumnya Koalisi Masyarakat Sipil Anti-Kriminalisasi (Taktis) yang terdiri dari KontraS, ICW, dan YLBHI menilai kinerja Jaksa Agung HM Prasetyo selama setahun ke belakang, tidak memuaskan. Prasetyo pun didesak mundur.

“Aktivis anti korupsi malah berseberangan. Seharusnya mendukung Kejagung,” ucapnya.

Dalam konferensi pers yang digelar di kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, hadir Koordinator KontraS Haris Azhar, Peneliti ICW Lola Easter dan Peneliti YLBHI Julius Ibrani.

“Dia (Jaksa Agung) misalnya gagal memanfaatkan kekuasaannya ketika ada proses-proses kriminalisasi oleh polisi,” kata Haris Azhar, Minggu (25/10/2015).

Dari YLBHI, Julius mengatakan, sedikitnya ada 49 kasus yang diduga kriminalisasi namun tetap ditangani kejaksaan era Prasetyo. Padahal jaksa agung memiliki kewenangan untuk menghentikan penyidikan jika kasus tersebut dianggap janggal.

“Apa kaitannya kriminalisasi dengan Jaksa Agung? Kejaksaan di bawah Jaksa Agung memiliki peran signifikan untuk ‘mengendalikan’ perkara sejak awal pemeriksaan oleh kepolisian,” imbuh Julius.

Sementara Lola menambahkan, Presiden Joko Widodo perlu mempertimbangkan pergantian Prasetyo. “Kami menyimpulkan bahwa HM Prasetyo gagal menjalankan mandat sebagai Jaksa Agung dalam menegakkan HAM dan memberantas korupsi di Indonesia. Presiden harus mengganti HM Prasetyo dengan figur lain yang lebih kredibel,” tegas Lola.

Artikel ini ditulis oleh: