Jaksa Agung HM.Prasetyo memberikan konferensi pers terkait rencana eksekusi mati gelombang III di Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (29/7). Jaksa Agung HM Prasetyo mengatakan Kejaksaan Agung baru mengeksekusi empat dari 14 terpidana mati kasus narkoba dini hari tadi, sisanya belum dipastikan waktunya karena pertimbangan yuridis dan nonyuridis. ANTARA FOTO/Reno Esnir/pd/16.

Jakarta, Aktual.com – Jaksa Agung M Prasetyo pasrah penyelidikan kasus dugaan pemufakatan jahat semakin sulit dilanjutkan, pasca dikabulkannya gugatan uji materi  mantan Ketua DPR Setya Novanto.oleh Mahkamah Konstitusi.

“Ya bagaimana, putusannya MK sudah final. Ini fakta, kita ga bisa apa-apa. Ini perlu pengkajian ulang,” ujar Jaksa Agung dari Partai NasDem itu, di Badiklat Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (9/9).

Setelah MK memutuskan demikian, dia meminta semua pihak tidak selalu menyalahkan kejaksaan yang telah melakukan tugasnya secara profesional. ‎”Jangan disalah-salahkan jaksa, mereka sudah kerja setengah mati disalahkan,” tambahnya.

Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan uji materi UU ITE yang diajukan oleh Setya Novanto. Mantan Ketua DPR RI, itu menggugat UU ITE yang mengatur bahwa informasi atau dokumen elektronik.

Mahkamah dalam pertimbangannya berpendapat, penyadapan adalah kegiatan yang dilarang karena melanggar hak konstitusional warga negara, khususnya hak privasi untuk berkomunikasi sebagaimana dijamin oleh Pasal 28F UUD 1945.

Begitu pula dalam konteks penegakan hukum, Mahkamah berpendapat bahwa kewenangan penyadapan juga seharusnya sangat dibatasi. Penyadapan harus dilakukan dengan sangat hati-hati agar hak privasi warga negara yang dijamin UUD 1945 tidak dilanggar.

Berdasarkan hal itu maka Mahkamah menilai perlu memberi tafsir terhadap frasa “informasi elektronik dan atau dokumen elektronik” yang termuat dalam Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 44 huruf b UU ITE dan Pasal 26A UU Tipikor. Mahkamah perlu juga mempertimbangkan mengenai bukti penyadapan berupa rekaman pembicaraan sesuai dengan hukum pembuktian.

Mahkamah berpendapat, ketika aparat penegak hukum menggunakan alat bukti yang diperoleh dengan cara yang tidak sah atau unlawful legal evidence, maka bukti dimaksud dikesampingkan oleh hakim atau dianggap tidak mempunyai nilai pembuktian oleh pengadilan. (Fadlan S Butho)

Artikel ini ditulis oleh: