Jakarta, Aktual.com — Kejaksaan Agung (Kejagung) minta Pengadilan Negeri Jakarta Selatan segera memberikan waktu pelaksanaan eksekusi atas putusan Mahkamah Agung (MA) terkait Yayasan Supersemar.

“Kita akan tanyakan (waktu pelaksanaan eksekusi) pada PN Jaksel dan minta eksekusi segera dilaksanakan,” kata Jaksa Agung H Muhammad Prasetyo di Kejagung, Jakarta, Jumat (18/9).

Namun Prasetyo mengaku belum mengetahui berapa total jumlah aset yang dimiliki Yayasan Supersemar untuk membayar Rp 4,4 triliun tersebut, karena PN Jaksel belum menyampaikannya.

“Diundang PN Jaksel saja belum kok ya kita. Kita belum lihat bagaimana sikap dari tergugat (Yayasan Supersemar),” kata jaksa agung dari Partai Nasional Demokrat (NasDem) besutan Surya Paloh itu.

Sebelumnya, Humas PN Jaksel Made Sutrisna mengakui telah menerima salinan putusan MA tentang Yayasan Supersemar. Bahkan, salinan putusan telah diterima, sejak Jumat (11/9) pekan lalu.

Langkah selanjutnya, kata Made pihaknya akan memanggil penggugat (Kejaksaan) dan tergugat (Yayasan Supersemar) guna membahas soal pembayaran Rp4,4 triliun.

“Jika nantinya pihak yayasan tidak mau membayar secara sukarela, pengadilan akan membuat penetapan untuk mengeksekusi putusan tersebut,” jelasnya.

Sementara itu untuk diketahui, nasib para pihak ketiga, yang diduga sebagai pihak yang menikmati uang hasil pungutan keuntungan badan usaha milik negara (BUMN) sampai kini belum tersentuh.

Mereka, terdiri PT Bank Duta yang mendapat kucuran sebesar 420 juta dolar AS, PT Sempati Air sebesar Rp13, 173 miliar, PT Kiani Lestari dan PT Kiani Sakti sebesar Rp150 miliar dan para pihak lain.

Putusan MA ini berawal kekeliruan putusan kasasi yang tidak akurat menuliskan jumlah uang yang harus dibayar oleh Supersemar. Dimana seharusnya tertulis Rp139 miliar, namun dalam putusan kasasi malah tertulis sebesar Rp139 juta.

Angka ini perkalian dari uang yang diperoleh Supersemar sejak berdiri sebesar Rp185 miliar dikalilkan dengan putusan kasasi, yang mewajiban Supersemar membayar 75 persen dari Rp185 miliar.

Atas kekeliruan itu, jaksa mengajukan peninjauan kembali (PK).
Putusan PK diambil 8 Juli 2015 oleh majelis hakim Suwardi, Soltoni Mohdally dan Made Sorinda.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby