Pakar Hukum Pidana dari Universitas Indonesia, Chudry Sitompul. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Pakar Hukum Pidana dari Universitas Indonesia, Chudry Sitompul berpendapat, eksekusi mati baru bisa dilakukan setelah proses hukum yang diajukan terpidana telah selesai. Pun termasuk putusan atas pengajuan Peninjauan Kembali (PK) ataupun permohonan grasi.

Begitu disampaikan Chudry saat diminta menanggapi ekskusi mati terhadap terpidana kasus narkoba asal Nigeria, Michael Titus Igweh.

“Menurut aturannya, untuk eksekusi mati dapat dilakukan apabila si terpidana mengajukan grasi atau PK, harus ada putusan itu dulu,” tegas Chudy, saat dihubungi, Selasa (2/8).

Aturan ini, kata dia, untuk menstimulus sikap kehati-hatian dari penegak hukum. “Kan takutnya nanti grasi atau PK-nya diterima,” jelas dia.

Igweh, terpidana mati asal Nigeria telah mengajukan grasi ke Presiden Joko Widodo. Namun, hingga menjelang proses eksekusi belum ada keputusan dari Jokowi tentang pengajuan grasi itu, hingga akhir Igweh dieksekusi.

Keputusan pihak Kejaksaan mengeksekusi Igweh mendapat protes keras dari kuasa hukum dan keluarganya. Mereka merasa Jaksa Agung Muhammad Prasetyo tidak memiliki rasa kemanusiaan.

Bahkan, pengacara Igweh berencana untuk menggugat Jaksa Agung.

Laporan: M Zhacky

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby