Jakarta, Aktual.com — Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengaku, tidak mempermasalahkan gugatan balik yang dilayangkan oleh Yayasan Supersemar terkait eksekusi aset Yayasan milik keluarga mendiang Presiden Soeharto tersebut.
“Mereka manfaatkan peluang yang ada dengan melakukan reaksi balik,” kata Prasetyo, kepada wartawan, di Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (8/1).
Ia menjelaskan, bahwa pihaknya hanya dimintai oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk menyampaikan aset Supersemar dimana dan apa saja.
“Ini-kan untuk kepentingan bangsa dan negara. Bahkan mereka dipanggil beberapa kali enggak muncul kan, enggak kooperatif,” ucap Prasetyo.
Terkait pemblokiran rekening Yayasan yang dibentuk di Era Orde Baru tersebut, Prasetyo mengatakan, bahwa hal itu untuk kepentingan penelusuran aset yayasan.
“Masa kita diam saja,” ucapnya lagi.
Terkait aset Supersemar, Prasetyo belum bisa menjelaskan, berapa jumlah aset yang sudah diverifikasi. Yang jelas dalam putusan MA, Yayasan Supersemar diwajibkan membayar Rp4,4 triliun kepada negara.
Berdasarkan salinan putusan Mahkamah Agung, Yayasan Supersemar diputus bersalah karena sempat menyalurkan dana ke sebuah bank dan tujuh perusahaan. Bank yang sempat menerima dana dari Yayasan Supersemar adalah Bank Duta.
Pada Putusan MA Nomor 2896 K/Pdt/2009 menyebutkan, Bank Duta sempat menerima uang sejumlah US$420 juta. Yayasan Supersemar juga tercatat pernah memberikan dana sebesar Rp13 miliar kepada PT Sempati Air sebuah Maskapai yang kini sudah bangkrut.
Selain itu, Supersemar sempat menyalurkan dana sebanyak Rp150 miliar ke PT Kiani Lestari dan PT Kiani Sakti.
Masih dalam putusan yang sama, MA mencatat Yayasan Supersemar pernah memberikan dana Rp12 miliar kepada PT Kalhold Utama, Essam Timber, dan PT Tanjung Redep Hutan Tanaman Industri.
Terakhir, MA menyebut, Yayasan Supersemar bersalah karena pernah memberi uang sejumlah Rp10 miliar ke Kelompok Usaha Kosgoro pada akhir 1993.
Atas semua itu, Yayasan Supersemar divonis bersalah oleh PN Jakarta Selatan pada 28 Maret 2008. Putusan PN Jakarta Selatan itu dikuatkan dengan vonis Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada tingkat banding pada 19 Februari 2009.
Keberatan dengan putusan itu, Supersemar mengajukan kasasi ke MA pada Oktober 2010. Namun kasasi Yayasan Supersemar tidak diterima sepenuhnya oleh MA. MA menerima sebagian permohonan pemerintah, namun jumlah nominal denda yang harus dibayar Supersemar salah ketik dalam putusan tersebut.
Dalam putusan, tertulis denda yang harus dibayar Supersemar adalah 75 persen dari Rp185 juta. Padahal yayasan itu seharusnya membayar 75 persen dari Rp185 miliar, atau Rp 139 miliar kepada negara.
Atas kasasi itu, Kejaksaan Agung mengajukan peninjauan kembali (PK) pada September 2013, yang juga diikuti PK Yayasan Supersemar. MA akhirnya mengabulkan PK negara dan menolak PK Supersemar sehingga mereka mesti membayar denda sebesar Rp4,4 triliun lebih pada tahun ini.
Artikel ini ditulis oleh: