Jakarta, Aktual.co — Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung (Kejakgung) menganggap Penasihat Hukum (PH) terdakwa Udar Pristono, menerima dakwaan yang didakwa kepada kliennya. Pasalnya, menurut Jaksa nota keberatan (eksepsi) yang disampaikan PH tidak relevan dengan dakwaan JPU Kejagung.
Jaksa Kejagung, Agustinus S mengatakan, permohonan tim PH Udar itu terkait surat dakwaan 25 Maret 2015, yang sebenarnya sudah diubah pada 26 Maret 2015. Maka dari itu, PU berpendapat bahwa PH tidak memberikan keberatan atau eksepsi atas surat dakwaan yang telah dibacakan.
“Penuntut umum berpendapat penasihat hukum tidak memberikan keberatan atau eksepsi atas surat dakwaan tanggal 26 Maret 2015 yang dibacakan penuntut umum di persidangan,” papar Antonius di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Selatan, Kamis (23/4).
Karena permohonan PH tidak relevan, maka Jaksa Kejagung menganggap tidak ada yang harus dipermasalahkan, karena bantahan yang disampaikan merupakan perbuatan materiil yang diuraikan dalam setiap pasal yang didakwakan dalam surat dakwaan. Dan hal itu harus dibuktikan dalam persidangan karena masuk dalam materi pokok perkara.
“Demikian tidaklah menghapuskan kewenangan kami penuntut umum untuk mengajukan tuntutan pidana korupsi terhadap terdakwa Udar Pristono, dan tidak pula menghapuskan kewenangan Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus untuk memeriksa dan mengadili perkara ini,” jelas Agustinus.
Seperti diketahui, Jaksa Kejagung mendakwa Udar dengan tiga dakwaan. Pertama, melakukan tindak pidana korupsi dalam proyek pengadaan bus TransJakarta pada 2012 dan 2013. Kedua, Udar didakwa menerima gratifikasi yakni Rp77,570 juta dari penjualan mobil lelang Dinas Perhubungan (Dishub) kepada bos PT Jati Galih Semesta yang mengikuti tender pekerjaan perbaikan koridor/halte busway pada Dishub DKI.
Udar juga menerima uang gratifikasi sejak 2010 hingga 2014 yang totalnya Rp6,5 miliar. Uang ini disimpan dalam dua rekening Pristono di Bank Mandiri dan BCA.
Dan dakwaan ketiga, Udar didakwa melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam rentang waktu 3 Januari 2011-4 Februari 2014. Udar diduga membelanjakan atau membayarkan uang dari hasil korupsi untuk membeli beberapa aset, seperti apartemen, rumah, dan kendaraan bermotor. Termasuk mengirim uang ke dua perempuan.
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby

















