Jakarta, Aktual.com– Jaksa Penuntut Umum KPK menilai bahwa uang 25 ribu dolar Singapura dari pengacara Raoul Adhitya Wiranatakusumah terbukti ditujukan untuk dua hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yaitu Partahi Tulus Hutapea dan Casmaya.

“Saksi Santoso dalam persidangan juga menerangkan bahwa ia meyakini uang sejumlah 25 ribu dolar Singapura adalah untuk hakim dan akan saksi pegang dulu seandainya saksi tidak tertangkap KPK uang tersebut akan saksi serahkan kepada hakim,” kata jaksa Kresno Anto Wibowo dalam sidang pembacaan tuntutan di pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (7/12).

Dalam perkara ini, Raoul dituntut 7,5 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan sedangkan anak buahnya Ahmad Yani dituntut 4,5 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan.

“Bahwa dalam persidangan, maksud pemberian uang ditujukan kepada hakim yang menangai perkara tidak diakui oleh terdakwa Raoul dan tidak diakui pula oleh saksi Partahi Tulus Hutapea dan saksi Casmaya selaku hakim yang menangani perkara a quo, menurut pendapat kami keterangan tersebut haruslah ditolak karena dari fakta hukum terlihat bahwa meski pemberian uang kepada hakim melalui Muhammad Santoso yang merupakan panitera pengganti namun terdakwa Raoul Adhitya dan saksi Ahmad Yani mengetahui dan menyadari bahwa Muhammad Santoso selaku panitera pengganti tidak mempunyai kewenangan untuk memutus perkarra tersebut. Sebaliknya terdakwa justru mengetahui dan menyadari bahwa majelis hakimlah yang punya kewenangan untuk memutus perkara gutatan,” tambah jaksa Kresno.

Pengetahuan dan kesadaran tersebut terlihat dengan adanya beberapa kali pertemuan antara Roaul dengan Casmaya dan Partahi Tulus Hutapea di luar persidangan yang difasilitasi oleh Santoso dan pertemuan antara Ahmad Yani dengan Santoso untuk mewujudkan keinginannya supaya perkara gugatan perdata dimenangkan oleh hakim yang menangani perkara tersebut sebagaimana tergambar dalam alat bukti petunjuk berupa percakapan komunikasi via telepon maupun SMS dan Whatsapp antara Raoul dengan Muhammad Santoso.

Jaksa juga menilai ada penyertaan secara diam-diam atau “sukzessive mittaterschaft” antara Muhammad Santoso dengan Partahi Tulus Hutapea dan Casmaya terkait penerimaan janji berupa uang dari Raoul dan Ahmad Yani dimana tidak perlu ada “meeting of mind” melainkan cukup dengan adanya saling pengertian antara Santoso.

“Sedangkan Partahi Tulus Hutapea dan Casmaya tersirat dalam pertanyaan Casmaya pada 30 Juni 2015 yang menayakan kepada Muhammad Sanstoso ‘bagaiamana itu Raoul?’ dan tidak menanyakan ‘bagaimana kuasa hukum penggugat?’ sedangkan pihak yang tidak diuntungkan dari putusan majelis hakim adalah pihak penggugat yaitu PT MMS. Atas hal tersebut ditindaklanjuti oleh Muhammad Saatoso dengan menayakan realisasi pemberian janji berupa uang ke Raoul melalui Ahmad Yani,” tambah jaksa.

Jaksa menilai bahwa Raoul memang punya “niat atau maksud untuk mempengaruhi putusan perkara” yang nampak pada saat Raoul selaku kuasa hukum pihak tergugat PT Mitra Maju Sukses (MMS) menghubungi Santoso selaku panitera pengganti dalam perkara tersebut dan menyampaikan keinginan untuk memenangkan perkara yaitu agar majelis hakim menolak gugatan dari PT MMS. Santoso lalu menyarankan agar Raoul menemui hakim perkara tersebut.

“Dapat dipahami bila Partahi TUlus Hutapea dan Casmaya tidak menyampaikan perintah secara jelas kepada Muhammad Santoso untuk merealisasikan penerimaan uang yang akan dibeirkan namun dengan bahasa yang sederhana Santoso dapat memahami kehendak yang dinginkan Partahi dan Casmaya yang merupakan mitra kerjanya ketika menanyakan ‘bagaimana Raoul’. Terlebih sebelumnya sudah da pembicaraan antaran Santoso dan Casmaya mengenai perkembangan gugatan tersebut. Kesepahaman demikian dikenal sebagai penyertaan secara diam-diam atau sukzessive mittaterschaft’,” kata jaksa Tri Anggoro Mukti.

Pada 13 April 2016 Raoul Adhitya datang ke PN Jakpus untuk menemui Partahi namun karena tidak ada di ruangannya maka Raoul menemui Casmaya. Selanjutnya pada 15 April 2016 Raoul datang kembali ke PN Jakpus dan berhasil menemui Partahi dan Casmaya di ruang hakim lantai 4 PN Jakpus membicarakan perkara tersebut.

“Raoul juga meminta kepada pihak penggugat yaitu Wiryo Triyono dan Carey Ticoalu untuk mentransfer uang sebesar Rp550 juta pada awal bulan Juni 2016 dengan alasan untuk persiapan banding atau kasasi padahal saat itu sidang belum selesai dan belum ada putusan. Uang inilah yang dipersiapkan oleh saksi Raoul untuk nantinya diberikan kepada majelis hakim agar putusan memenangkan perkaranya,” ungkap jaksa.

Setelah uang ditukarkan ke mata uang dolar Singapura, Santoso menggunakan dua amplop terpisah dengan tulisan “HK” berisi uang 25 ribu dolar Singapura dolar untuk majelis hakim dan tulisan “SAN” berisi uang 3.000 dolar Singapura untuk bagian Muhammad Santoso selaku panitera pengganti.

“Bahwa terdapat unsur kesengajaan pada diri terdakwa yang mengatahui dan menghendaki perbuatan pemberian janji yang dilakukan karena di persidangan terdakwa mengakui perkataan ‘sodok ke boss’ dalam komunikasi yang disampaikan oleh Raoul adalah ‘ditujukan untuk hakim’ yang mempunyai kewenangan memutus perkara,” ungkap jaksa.

Meski di persidangan Partahi dan Casmaya menerangkan bahwa putusan perkara tersebut tidak dipegnaruhi oleh adanya ani pemberian uang, tapi hal ini menurut jaksa harus diabaikan.

“Sebagaimana pandangan doktrin maka dari sudut pemberi suap tidak dipentingkan apakah dengan sesuatu yang diberikan atau apa yang dijanjikan si pelaku itu, hakim benar-benar terpengaruh karena pembuktian unsur subjektif ini sudah cukup dari adanya sikap batin atau kesengajaan si pelaku yakni terdakwa bersama-sama dengan saksi Ahmad Yani dalam perbuatan menjanjikan atau memberikan sesuatu berupa uang kepada hakim melalui Muhammad Santoso selaku panitera pengganti,” tambah jaksa.

Atas tuntutan itu, Raoul dan Ahmad Yani akan mengajukan nota pembelaan pada 19 Desember 2016.

“Saya tidak mau kasih tanggapan dulu ya pak,” kata Raoul. (ant)

Artikel ini ditulis oleh:

Antara