Jakarta, Aktual.com – Jaksa KPK tetap yakin bahwa mantan Menteri Agama Suryadharma Ali, menyelewengkan Dana Operasional Menteri (DOM) saat menjabat pada periode 2009-2014.
“Jadi DOM yang didakwakan kepada Pak SDA periodenya sampai tahun 2013 sebelum PMK baru terbit. Posisi kasus sudah terang benderang, sudah ada surat tuntutan dan putusan yang dikuatkan juga di pengadilan tinggi bahwa yang bersangkutan menggunakan DOM digunakan tidak semestinya,” kata jaksa Abdul Basir di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (11/7).
“Sefleksibel pengelolaan uang negara pasti ada batasannya, undang-undang membatasi itu, apa batasannya jangan merugikan keuangan negara,” katanya lagi.
Pada hari ini Wakil Presiden Jusuf Kalla menjadi saksi dalam sidang peninjauan kembali (PK). Kalla menjelaskan mengenai aturan penggunaan Dana Operasional Menteri (DOM) saat Suryadharma Ali menjabat sebagai Menag yaitu berdasarkan Peraturan Kementerian Keuangan (PMK) No 268 tahun 2014.
Suryadharma terbukti menggunakan DOM hingga Rp1,821 miliar untuk kepentingan pribadi yang tidak sesuai dengan asas dan tujuan penggunaan DOM seperti untuk pengobatan anak, pengurusan visa, tiket pesawat, pelayanan bandara, transportasi dan akomodasi Suryadharma, keluarga dan ajudan ke Australia dan Singapura hingga membayar pajak pribadi tahun 2011, langganan TV kabel, internet, perpanjangan STNK Mercedes Benz serta pengurusan paspor cucu.
“Pak JK memberikan keterangan bagus, walaupun fleksibel, tetapi untuk mendukung tugas sebagai menteri itu yang harus digarisbawahi,” tambah Basir.
Basir menilai PMK No 268 tahun 2014 dan PMK No 3 tahun 2006 tidak ada perbedaan mendasar.
“Aturan baru ada kata ‘lump sum’ 80 persen. ‘Lump sum’ atau ‘ad cost’ itu cara memperpanjangkan yang satu dipertanggungjawabkan secara ‘ad cost’ dan ‘lump sum’. Di aturan pengelolaan negara tidak boleh uang negara digunakan semau sendiri. Jangan salah pengertian DOM untuk keadaan apapun. Ya tidak boleh sehingga melekat sepanjang untuk dukungan tugas menteri, clear,” jelas Basir.
Sedangkan Wapres Jusuf Kalla seusai sidang mengatakan bahwa berdasarkan PMK 268 tahun 2014, 80 persen DOM digunakan secara lump sum (diberikan sekaligus) dengan fleksibel dan diskresi.
“Dengan 80 persen ‘lump sum’ dengan fleksibel dan diskresi artinya itu sangat tergantung pemakai atau menteri saja. Pengadilan lalu memakai peraturan lama yang tahun 2006, padahal yang berlaku adalah peraturan tahun 2014,” menurut Kalla.
Sehingga menurut Kalla, Suryadharma Ali hanya melaksanakan aturan yang berlaku.
“Ya dalam DOM itu dia menjalankannya sesuai aturan saja, begitu peraturannya,” ungkap Kalla.
Suryadharma Ali pada 11 Januari 2016 divonis oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Jakarta selama 6 tahun ditambah dengan pidana denda sebesar Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan.
Selanjunya pada Juni 2016, majelis banding Pengadilan Tinggi Jakarta memperberat hukuman Suryadharma Ali menjadi 10 tahun penjara ditambah denda Rp300 juta ditambah pencabutan hak politik untuk menduduki dalam jabatan publik selama 5 tahun terhitung sejak Suryadharma selesai menjalani masa pemidanaan.
Ant.
Artikel ini ditulis oleh: