Jakarta, Aktual.co — Jaksa Penuntut Umum meminta kepada majelis hakim untuk menolak semua nota keberatan (eksepsi) yang diajukan oleh Direktur Utama PT Rifuel, Riefan Avrian terkait proyek pengadaan videotron di Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah.
“Menyatakan bahwa Pengadilan Tipikor berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara ini serta melanjutkan pemeriksaan terhadap perkara atas nama terdakwa Riefan Avrian dengan memeriksa saksi-saksi,” kata jaksa Mia Banulita membacakan tanggapan atas eksepsi penasihat hukum Riefan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (15/10).
Dalam tanggapannya, jaksa menjelaskan sejumlah poin yang jadi keberatan kubu Riefan. Pertama soal perkara pengadaan videotron yang diklaim penasihat hukum Riefan sebagai perkara perdata. Jaksa menilai, materi tim penasihat hukum yang menyebut perkara terdakwa adalah murni perkara perdata terlalu prematur karena dalam surat dakwaan perkara a quo, penuntut umum telah sangat jelas menguraikan perbuatan materil terdakwa bersama-sama dengan Hendra Saputra, Kasiyadi, dan Hasnawai Bachtiar.
Dalam dakwaan, jaksa telah menguraikan fakta-fakta perbuatan Riefan yang mendukung unsur perbuatan melawan hukum yang telah merugikan keuangan negara. Dia menganggap, perbuatan Riefan merupakan perbuatan pidana yaitu tindak pidana korupsi yang akan dibuktikan di persidangan sehingga pendapat penasihat hukum yang menyatakan perkara a quo adalah perkara perdata adalah telah memasuki materi pokok perkara.
Jaksa juga menyanggah tim penasihat hukum yang menyebut tidak terjadi kerugian keuangan negara sebab PT Imaji Media sudah mengembalikan kelebihan pembayaran pekerjaan proyek Rp 2,695 miliar. Pengembalian ini merupakan tindak lanjut rekomendasi audit BPK soal kelebihan pembayaran buka audit perhitungan kerugian negara.
Jumlah kerugian keuangan negara dalam proyek ini mencapai Rp 5,392 miliar berdasarkan audit BPKP ditambah hasil perhitungan dari Ahli Teknologi Indoemasi dari Institut Teknologi Bandung.
Selain itu jaksa juga menjawab keberatan tim penasihat hukum yang menyebut surat dakwaan tidak disusun secara cermat terkait rumusan pasal yang didakwakan. Jaksa menegaskan penulisan Pasal 3 ayat 1 UU Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi hanya kesalahan ketik. Seharusnya tim penasihat hukum memahami yang dimaksud dalam dakwaan subsidair adalah Pasal 3.
“Kesalahan pengetikan yang sifatnya redaksional dan tidak mengakibatkan dakwaan menjadi batal demi hukum,” ujar jaksa Andri Kurniawan.
Atas tanggapan ini, jaksa meminta majelis hakim yang diketuai Nani Indrawati menolak eksepsi tim penasihat hukum Riefan. “Menyatakan surat dakwaan penuntut umum telah memenuhi syarat yang ditentukan dalam Pasal 143 ayat 2 huruf a dan b KUHAP,” kata Jaksa.
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu
Nebby