Suasana sidang dengan Terdakwa kasus dugaan penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Kamis (20/4). Pada sidang tersebut beragendakan pembacaan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/17

Jakarta, Aktual.com – Terdakwa kasus penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dituntut hukuman pidana penjara selama satu tahun dengan masa percobaan selama dua tahun. Namun demikian, jaksa hanya mengenakan satu pasal saja, yakni Pasal 156 KUHP.

Padahal, dalam dakwaan, ada dua pasal yang dituliskan dalam berkas, yakni Pasal 156 KUHP dan Pasal 156a. Dalam membacakan pertimbangan dan fakta-fakta hukum jelang membacakan tuntutan, jaksa mengklaim, terdakwa tidak bisa dijerat dengan Pasal 156a KUHP.

Sebab, apa yang diucapkan dalam pidato di Kepulauan Seribu, Ahok tentang Surat Al Maidah ayat 51 tak memenuhi unsur niat menghina agama.

“Mengingat kesengajaan Pasal 156a huruf a KUHP adalah dengan maksud untuk memusuhi dan menghina agama, maka pembuktian Pasal 156a huruf a KUHP tidak tepat diterapkan dalam kasus a quo,” ujar anggota JPU Andri Wiranova di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Kamis (20/4).

Penerapan Pasal 156a KUHP berdasarkan pada UU No 1/PNPS Tahun 1965, klaim jaksa lagi, dimana hanya bisa diterapkan apabila pelaku memiliki niat. Namun, dalam perkara ini, Ahok tak terbukti memiliki niat menghina agama.

“Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa delik sebagaimana diatur dalam Pasal 156a huruf a KUHP hanya diliputi oleh kesengajaan dengan maksud untuk menghina pada agama, bukan bentuk kesengajaan yang lain.”

Kasus Ahok, lanjut dia, berdasarkan fakta-fakta persidangan, berkaitan dengan pengalamannya sejak bertarung di Pilgub Bangka Belitung 2007 lalu hingga Pilkada DKI 2017.

“Maka terlihat bahwa niat terdakwa adalah lebih ditujukan pada orang lain atau elit politik dalam kontes Pilkada.” [Fadlan Syiam Butho]

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu