Jemaah Tarekat Naqsabandiyah melaksanakan salat Idul Fitri di Surau Baru Padang, Sumatera Barat, Kamis (16/7). Penganut Tarekat Naqsabandiyah di Sumatra Barat (Sumbar) merayakan Idul Fitri 1436 H lebih awal yaitu pada Kamis (16/7). ANTARA FOTO/Maril Gafur/Rei/kye/15.

Padang, Aktual.com – Jamaah Tarekat Naqsabandiyah di Kota Padang, Sumatera Barat, melaksanakan ibadah puasa terakhir bulan Ramadhan 1437 Hijriah pada Minggu (3/7).

Salah seorang anggota Jamaah Naqsabandiyah di Kecamatan Kuranji Elli Ujang mengaku ia telah melaksanakan puasa 29 hari dan hari Minggu yang ketiga puluh.

Menurut ibu dua orang anak tersebut, kepercayaan tarekatnya berdasarkan perhitungan bulan atau malam sejak jauh hari.

“Kami berpuasa selama tiga puluh hari meski jadwalnya berbeda dari kebanyakan orang,” tambahnya.

Dia juga memastikan akan melaksanakan Takbiran Minggu malam dan Shalat Ied keesokan harinya.

Meskipun demikian dia menghormati warga lain yang masih beribadah puasa.

Jamaah lain, Komar, mengungkapkan kegembiraannya karena akan memasuki bulan Syawal.

Menurut dia, puasa terakhir hari Minggu menjadi puncak ibadah puasa yang telah dilakukan selama sebulan penuh.

“Tarawih terakhir telah dilakukan malam kemarin, nanti malam kami akan takbiran,” ucapnya.

Dia menilai perhitungan tarekatnya cukup konsisten dalam menentukan awal Ramadhan dan Syawal.

Menurut dia, sejak lama tarekatnya menentukan awal bulan qamariyah satu atau dua hari lebih dahulu dari ketetapan pemerintah.

Sementara itu Imam besar sekaligus Ketua Naqsabandiyah Sumbar Syafri Malin Mudo memastikan jamaahnya akan melaksanakan Shalat Ied pada Senin 4 Juli 2016.

Pusat pelaksanaan shalat akan digelar di Mushalla Baitul Makmur Pasar Baru, Kecamatan Pauh, tepat pukul 07.00 WIB.

Sementara itu Kepala Kantor Kementerian Agama Padang Japeri Jarap meminta warga bersabar menyikapi perbedaan jatuhnya akhir Ramadhan dan awal Syawal tersebut.

Menurut dia, yang terpenting yakni menjaga suasana kondusif antar umat.

Sedangkan Majelis Ulama Padang melalui Prof Duski Samad menilai tidak ada perhitungan Hilal dalam Tarekat.

Ia mengatakan penentuan yang dilakukan Naqsabandiyah atau Syatariyah lebih pada ketetapan turun temurun saja.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara
Editor: Arbie Marwan