Jakarta, Aktual.com – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Gas Bumi untuk Pembangkit Listrik. Permen 11 diterbitkan untuk menjamin ketersediaan pasokan gas dengan harga yang wajar dan kompetitif, baik untuk gas pipa maupun LNG.
“Gas tersebut untuk pengembangan pembangkit listrik di mulut sumur (wellhead) melalui penunjukan langsung serta memberikan kemudahan dalam pengaturan alokasi Gas bagi pembangkit listrik,” kata Dirjen Ketenagalistrikan, Jarman di kantor Kementerian ESDM, Kamis (2/2)
Disampaikan, harga penunjukan langsung di well head dipatok maksimal sebesar 8 persen, sedangkan jaminan alokasi gas sesuai kontrak nilai investasi pembangkit didepresiasi sekurang-kurangnya 20 tahun.
Selain itu, jaminan pengembang dengan Specific Fuel Consumption (SFC) setara minyak solar (HSD) sebesar 0.25 liter / kWH melalui pelelangan umum, jika harga lebih tinggi dari 8 persen ICP titik penyerahan listrik pada Gardu Induk (GI) terdekat.
Kemudian untuk harga gas dan tarif pipa, jika LNG sesuai pasar melalui skema Parity to Oil (11.5 persen ICP) pada harga Freight On Board (FOB), belum termasuk biaya transport.
Apabila harga LNG dalam negeri lebih besar dari 11.5 persen ICP (Parity to Oil), maka PLN diberi kewenangan untuk mengimpor LNG (sepanjang harganya dibawah 11.5 persen ICPlanded price).
Kemudian apabila harga impor LNG lebih dari 11.5 persen ICP, PLN dapat membeli gas pipa atau LNG dalam negeri dengan harga lebih tinggi dari 11.5 persen ICP.
“Jika sudah ada infrastruktur hilir maka harga plant gate, jika tidak ada harga di Hulu dan infrastruktur Hilir disiapakan oleh PLN,” tukasnya.
Adapun Batas Atas harga Gas untuk pembangkit listrik yaitu maksimal 8 persen ICP jika pembangkit diwellhead. Namun, jika pembangkit tidak diwellhead, maksimal Batas Atas 11.5 persen ICP. Akan tetapi, apabila harga Gas lebih tinggi dari 11.5 persen ICP, PLN diperboleh menggunakan LNG.
(Dadangsah Dapunta)
Artikel ini ditulis oleh: