Politikus PDIP ini berharap, dengan memperbaiki berbagai aspek tersebut, PTDI tidak hanya memasok kebutuhan alutsista TNI, tetapi juga sekaligus mendapat keuntungan ekonomi dari penjualan produksi di dalam maupun ke luar negeri.

“Kita harus punya keingingan kuat agar tidak lagi tergantung kepada produsen alutsista asing,” pungkas Andreas.

Sebelumnya sejumlah kalangan menyoroti PT Dirgantara Indonesia terkait dengan keterlambatan pengiriman pesawat pesanan dari beberapa negara yang mengakibatkan perusahaan terkena denda sekitar Rp222,56 miliar.

Menanggapi hal itu, Deputi Bidang Pertambangan, Industri Strategis dan Media, Fajar Harry Sampurno mengatakan bahwa keterlambatan pengiriman terjadi pada tahun 1998 sampai dengan 2008.

“Keterlambatan lebih karena pengadaan komponen dan mesin pesawat yang datang terlambat. Jadi tidak sepenuhnya kesalahan PT DI,” kata Fajar.

Ia menambahkan memang ada pesanan helikopter dari tiga negara, antara lain Filipina dan Thailand yang terlambat pengirimanya. Namun denda bisa tidak terjadi, jika antara PTDI dengan pihak pemesan melakukan perundingan, sehingga tidak ada yang merasa dirugikan.

Untuk mengantisipasi agar persoalan keterlambatan tidak lagi terjadi, Harry mengatakan manajemen PT DI antara lain harus membuat perencanaan kontrak jangka panjang dalam lima tahun.

“Perusahaan bisa membeli terlebih dahulu mesin-mesin pesawat yang diperkirakan akan dipesan operator dalam kontrak multi years,” katanya.

(Reporter: Nailin)

Artikel ini ditulis oleh:

Eka