Pemerintah menambah utang baru hingga Rp400 Triliun di 2017. (ilustrasi/aktual.com)
Pemerintah menambah utang baru hingga Rp400 Triliun di 2017. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Dalam rangka menggenjot pembangunan infrastruktur, selama ini pemerintah banyak melakukan kebijakan utang, baik utang luar negeri maupun utang dalam negeri seperti menerbitkan Surat Utang Negara (SUN).

Pemerintah pun kerap diingatkan jangan sampai masif melakukan kebijakan utang. Karena jika gagal bayar (default), berpotensi seperti Sri Lanka yang memberikan aset negaranya sebagai cara membayar utang karena mengalami default.

Namun, pihak pemerintah mengklaim tak akan seperti Sri Lanka, karena dalam melakukan kebijakan utang, Indonesia tak menjaminkan aset-aset negaranya ke negara lain.

“Sepengetahuan saya, tidak ada aset negara yang dijaminkan untuk pengadaan utang luar negeri Indonesia. Jadi tak akan seperti Sri Langka,” ujar Direktur Surat Utang Negara Direktorat Jenderal Pengelolaan Risiko dan Pembiayaan Kementeriaan Keuangan, Loto Srinaita Ginting, kepada Aktual.com, di Jakarta, Selasa (17/1).

Menurutnya, setiap ada kebijakan utang tak pernah ada klausul penjaminan aset negara baik itu utang bilateral maupun utang dalam penerbitan SUN.

“Jadi untuk utang luar negeri yang manapun, tidak ada aset yang dijaminkan,” cetus Loto lagi.

Namun demikian, ketika disinggung bagaimana potensi default utang Indonesia mengingat penerimaan negara sendiri tak pernah mencapai target, Loto sendiri enggan memberi jawaban.

Kondisi keseimbangan primer di APBN sendiri saat ini sangat tak sehat. Defisitnya semakin besar. Ketidaksehatan ini terlihat dari kebijakan pemerintah dalam menarik utang justru ditujukan untuk membayar bunga utang. Hal ini sering kali diingatkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sendiri.

Sehingga kondisi utang Indonesia di kemudian hari bisa saja seperti yang dialami Sri Lanka. Belum lama ini, pemerintah Sri Lanka mengajukan penawaran debt for equity swaps atau menukar utang menjadi aset kepada pemerintah China.

Hal ini dilakukan karena selama bertahun-tahun pemerintah negeri itu menggenjot utang untuk membiayai infrastruktur, tapi imbal hasil dari infrastruktur itu belum ada.

Sehingga, pemerintahnya tak memiliki kemampuan untuk membayar utang-utangnya. Dan mereka pun menawarkan ke China hak atas pengelolaan sejumlah infrastruktur terbesar yang ada di sana, termasuk Mattala International Airport sebagai ganti atas pembayaran utang oleh pemerintah Sri Lanka itu.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan