Nilai total pembiayaan fasilitas pertambangan dan infra struktur milik PT. GBU adalah sebesar Rp. 3,170 Triliun. Kapasitas PT. GBU dalam bisnis logistik tambang dan/atau Hauling Road sepanjang 64 Km dapat dilalui Double Trailer 160 T, mampu mencapai sebanyak 20.000.000 MT per tahun. Antara lain batubara yang berasal dari PT. GBU (PT. Delta Samudra, PT. Berkat Bara Jaya d/h PT. Cipta Wahana Artha, dan PT. Batu Kaya Energi). Lalu batubara berasal dari konsesi PT. Manoor Bulatn Lestari, PT. Citra Dayak Indah, dan PT. Firman Ketaung Perkasa. Dengan asumsi jumlah batubara perusahan-perusahaan yang memakai fasilitas pertambangan dan infra struktur da/atau Hauling Road sepanjang 64 Km dan Jetty sebanyak 20 juta MT, dengan tarif fee sebesar Rp. 123.000.- per MT maka secara bisnis PT. GBU berpotensi mampu mendapatkan tambahan pendapatan sebesar Rp. 2,460 Triliun. Merujuk pada fakta ini tidak logis apabila didalilkan Kejaksaan lelang saham PT. GBU tidak ada peminatnya.
Berdasarkan Total Reserves ditambah pendapatan hasil bisnis infrastruktur dan logistik tambang, nilai limit harga lelang 1 (satu) paket saham PT. GBU yang memiliki modal dasar Rp. 6,5 Triliun itu sesuai harga pasar sedikitnya berkisar sebesar Rp.12,5 Triliun. Sedangkan Kajari Kabupaten Kutai Barat, Bayu Pramesti saat melakukan penyitaan asset di lapangan pada tanggal 15 Mei 2023 menyebutkan nilai aset PT. GBU sebesar Rp. 10 Triliun. “Kasus korupsi lelang PT. GBU ini sudah pernah dilaporkan ke KPK. Diduga terkendala ijin Jaksa Agung untuk memeriksa Jampidsus Febrie Adriansyah,” ujarnya lagi.
Penyidikan Kasus Terdakwa Zarof Ricar
Koalisi Sipil Masyarakat Anti Korupsi dalam buku yang memuat hasil penelitian dugaan korupsi Jampidsus Febrie Adriansyah menyoroti pula dugaan kejahatan “memberantas korupsi sembari korupsi” yang baunya menyengat tajam dalam dalam kegiatan penyidikan “Mafia Kasus Satu Triliun”, yang melibatkan terdakwa Zarof Ricar, mantan Kepala Balitbang Diklat Kumdil MA RI RI.
Dalam Surat Dakwaan yang dibacakan JPU Nurachman Adikusumo di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat (10/02/2025), terdakwa Zarof Ricar tidak dikenakan pasal pidana suap, terkait barang bukti uang sebesar Rp. 920 milyar dan 51 kilogram emas, yang disebut untuk pengurusan perkara di pengadilan tingkat pertama — banding — kasasi dan peninjauan kembali — yang diterima dalam kurun waktu 2012 hingga 2022 atau saat pensiun. Zarof Ricar hanya dikenakan pasal gratifikasi, sebagaimana yang dimaksud Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kendati hanya berperan sebagai perantara dan tidak berkedudukan sebagai majelis hakim yang memeriksa perkara — seharusnya terdakwa Zarof Ricar lebih tepat dikenakan pasal suap. Karena diyakini terdapat meeting of minds antara pemberi dan Zarof Ricar selaku perantara penerima suap dalam kaitan dengan barang bukti yang diduga sebagai uang suap sebesar Rp.920 milyar dan 51 kilogram emas itu. Dalam Surat Dakwaan, ternyata JPU tidak mengurai asal usul uang yang diduga suap sebesar Rp. 920 milyar dan 51 kilogram emas, yang ditemukan jaksa penyidik pada saat menggeledah rumah kediaman Zarof Ricar di bilangan Jl. Senayan No. 8, Kel. Rawa Barat, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Artikel ini ditulis oleh:
Rizky Zulkarnain
















