Jakarta, Aktual.com – Komite Konvensi Warisan Budaya Takbenda (WBTB) UNESCO telah menetapkan Budaya Sehat Jamu Indonesia sebagai Warisan Budaya Takbenda UNESCO.

Duta Besar Luar Biasa Berkuasa Penuh (LBBP) RI untuk Republik Afrika Selatan, Saud Purwanto Krisnawan, menyambut baik penetapan ini dan menyatakan hal tersebut sebagai langkah positif dalam mempromosikan budaya Indonesia.

Menurut keterangan tertulis KBRI Pretoria di Jakarta, Rabu (6/12), Penetapan Budaya Sehat Jamu sebagai WBTB adalah hal yang positif dalam rangka terus mempromosikan budaya Indonesia

Dalam rangka peringatan 30 tahun kerja sama diplomatik Indonesia-Afrika Selatan, KBRI Pretoria berencana mempromosikan jamu melalui berbagai aktivitas seperti pameran, lokakarya, dan kegiatan lainnya.

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Anwar Makarim, menyampaikan kebanggaannya terhadap penetapan ini melalui pesan video.

“Sejak dulu hingga kini budaya jamu terus dipelajari, dikembangkan, dan diwariskan dari generasi ke generasi. Jamu telah menjadi bagian cara hidup di Indonesia,” kata Nadiem Anwar Makarim.

Ia juga menegaskan bahwa Indonesia akan terus melestarikan jamu melalui pendidikan, pelatihan, penelitian, pengembangan, dan inovasi.

Wakil Delegasi Tetap RI untuk UNESCO, Ismunandar, menambahkan bahwa proses penetapan Budaya Sehat Jamu melibatkan komunitas lokal yang difasilitasi oleh Pemerintah, dan ini diapresiasi positif oleh UNESCO.

Ismunandar berharap agar inskripsi Jamu sebagai WBTB UNESCO dapat meningkatkan kesadaran dan kecintaan masyarakat Indonesia terhadap Jamu dan WBTB secara umum.

Budaya Sehat Jamu mencakup ketrampilan tradisional dan nilai-nilai budaya terkait dengan obat-obatan alami tradisional.

Budaya Jamu diyakini telah berlangsung sejak abad ke-8 Masehi, terbukti dari relief di Candi Borobudur dan manuskrip kuno seperti Kakawin Ramayana dan Serat Centini.

Ini merupakan Warisan Budaya Takbenda ke-13 Indonesia yang diakui UNESCO. Sebelumnya, Indonesia telah menginskripsi 12 elemen budaya lainnya sebagai WBTB UNESCO.

Artikel ini ditulis oleh:

Firgi Erliansyah
Jalil