Jakarta, Aktual.com – Kuasa hukum terpidana mati Suud Rusli, Boyamin Saiman menyerahkan sejumlah dokumen kepada Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas), di Kejaksaan Agung, Jumat (12/8).

Dokumen tersebut diserahkan untuk melengkapi laporannya atas dugaan tidak sahnya hukuman mati terhadap terpidana yang masuk daftar eksekusi tahap III.

“Tadi menyerahkan dokumen ke Jamwas lengkapi data yang baru dapat dari Pengadilan Negeri Jakarta Barat dan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan,” kata Boyamin di Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (12/8).

Selain menyerahkan dokumen, dia juga mempertanyakan perkembangan laporan sebelumnya yang disampaikan Kamis pekan kemarin.

Dokumen tersebut masih seputar tidak sahnya ekekusi tiga terpidana mati, yaitu Fredy Budiman, Onyenworo alias Seck Osmane, dan Humprey Ejike alias Doctor.

Dia kembali menegaskan jika pelaksanaan eksekusi mati oleh jaksa eksekutor terhadap tiga terpidana tidak sah dengan alasan sedang mengajukan grasi, sebagaimana dokumen dari pengadilan.

“Di PN Jaksel Seck Osmane sudah dikirim ke MA Mahkamah Agung Dan juga PN Jakpus Humprey sudah diserahkan ke MA. Dan Freddy Budiman di Jakbar sudah diserahkan ke MA,” kata Boyamin.

Sehingga menurut dia, ketiga terpidana yang sudah dihukum mati tersebut memang betul-betul tengah berupaya meminta pengampunan presiden.

“Artinya, kalau sudah ke MA, nanti diteruskan ke presiden. Artinya, argo grasi itu sudah berjalan dan semestinya itu sudah diajukan sebelum tanggal 28 Juli, atau ada yang 28 siang atau sore. Maka mestinya malam hari tidak dieksekusi mati,” ujar dia.

Berdasarkan Pasal 3 dan 13 UU Nomor 5 Tahun 2010 tentang atas perubahan UU Nomor 22 Tahun 2002 menyatakan seseorang yang mengajukan grasi hukuman mati tidak dapat dieksekusi hingga keputusan presiden soal grasi diterima terpidana.

Untuk memastikan ketiga terpidana mati itu mengajukan grasi, Boyamin kemudian menunjukkan beberapa dokumen tentang pengajuan grasi.

“Fredy Budiman ajuin grasi tanggal 28 Juli ke PN Jakbar. Seck Osmane pada tanggal 28 Juli, siang hari telah beritahu dengan surat resmi kepada jaksa agung sedang ajuin grasi, namun malamnya tetap ditembak. Humprey Ejike berkas grasinya oleh PN Jakpus telah dikirim ke MA, tanggal 28 Juli,” terang dia.

Menurut Boyamin, namun ada perlakuan berbeda dari jaksa eksekutor. Jaksa Agung harusnya menunda eksekusi karena ketiga terpidana tengah menjalani proses grasi.

Terpidana mati asal Pakistan Zulfikar Ali mendapatkan pengampunan dari presiden sehari sebelum pelaksanaan eksekusi.

“Jadi terpidana mati Zulfiqar Ali mengajukan grasi kepada Presiden tanggal 28 Juli siang hari, dan sorenya diberitahukan kepada jaksa agung, yang malamnya tidak jadi ditembak. Artinya, mestinya perlakuan sama, yaitu sama-sama ditembak atau sama-sama tidak ditembak,” demikian Boyamin.

(Fadlan Syam Butho)

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan