Jakarta, Aktual.com — Bank Indonesia (BI) beberapa waktu yang lalu menurunkan lagi BI Rate atau suku bunga acuan sebesar 0,25 basis poin dari 7,25 persen menjadi 7,00 persen dengan tujuan menggairahkan pertumbuhan ekonomi saat ini.
Namun, berbagai pihak menilai, diturunkannya BI rate dengan tujuan untuk penguatan daya saing disektor ekonomi dianggap tidak akan efektif jika tidak diikuti oleh penurunan suku bunga kredit.
Ekonom Universitas Indonesia (UI) Rizal Edi Halim menyatakan, mestinya yang harus didorong oleh pemerintah yaitu suku bunga kredit perbankan juga harus segera diturunkan.
“Jauh hari perbankan telah menurunkan suku bunga deposito, tetapi suku bunga kredit tetap tinggi dua digit. Ini praktik usaha yang tidak mendukung program Presiden Jokowi untuk penguatan daya saing,” kata Rizal kepada Aktual.com, Kamis (25/2).
Rizal menuturkan, selama ini sektor perbankan khususnya Bank BUMN masih sangat tidak efisien dalam mengelola dana masyarakat, sehingga akhirnya aktivitas ekonomi masyarakat yang bersumber dari ketergantungan pihak perbankan sulit melakukan peningkatan secara ekspansif karena tidak didukung oleh perbankan.
“Padahal, ketergantungan ekonomi mereka rata-rata berharap kepada perbankan. Perlu dicatat hampir sebagian besar aktivitas ekonomi menggunakan lembaga perbankan,” paparnya.
Olehnya itu, jika pemerintah ingin meningkatkan daya saing ekonomi, pemerintah harus segera mendorong penurunan suku bunga kredit. Bank BUMN seharusnya menjadi contoh penurunan suku bunga kredit bukan sebaliknya.
“Giliran suku bunga acuan turun, suku bunga simpanan lebih dulu turun tapi suku bunga kredit tetap,” ujarnya.
Rizal membeberkan, sebagai catatan suku bunga kredit perbankan di Indonesia masih dua digit atau paling mahal di Asean. Tentunya kondisi ini akan mempersulit daya saing di tengah persaingan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).
“Mahalnya suku bunga ini yang paling banyak berkontribusi adalah ketidakefisienan perbankan khususnya bank BUMN seperti BTN. Cek aja di pasar suku bunga kreditnya dari 11-13,5 persen. Padahal Bank Indonesia, OJK dan bahkan Presiden-Wapres sudah meminta perbankan bisa lebih efisien dan menurunkan suku bunga kreditnya,” bebernya.
Rizal mencontohkan, bahwa bank bank BUMN tidak efisien dapat dilihat dari rasio boponya, atau rasio beban operasional/ pendapatan masih di kisaran 80 persen.
“Sementara negara-negara Asean lainnya hanya 40-50 persen,” imbuhnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan