Jakarta, Aktual.com – menjelang 5 hari penentuan. Pendaftaran telah dibuka sejak kemarin (4 Agustus), dan tentunya semua sedang sibuk-sibuknya bergeliat. Bak cacing kepanasan, begitulah yang terjadi di beberapa kandidat Cawapres “ngebet” yang tegang sendiri menanti terpilihnya dirinya oleh sang penentu. Siapa saja mereka silahkan terka sendiri, yang jelas baru ada satu Capres yang mendapat tiket untuk maju, Prabowo. Mengapa baru satu? Karena sebenarnya Koalisi Jokowi belum utuh.

Mari kita mulai dengan posisi Jokowi. Dengan kegagalan yang ada dalam mengelola negara, dan dengan permainan gelembung-gelembung pencitraan belaka, hal ini hanya akan membuat arus #2019GantiPresiden umat “meroket” tajam, masyarakat sudah pintar. Tentunya hal ini akan menjadi pertimbangan setiap mitra koalisi agar tidak berdampak pada elektabilitas partai mereka sendiri.

Foto Jokowi beserta seluruh Ketum Parpol mitra koalisi yang viral sebelumnya tidak berarti meningkatkan elektabilitas Jokowi, tapi sudah pasti menurunkan elektabilitas Parpol. Seluruh Ketum Parpol beserta Partainya tertelan dalam pangkuan Jokowi, seperti pepatah Jawa yang memang menjadi ciri khas gaya politik Jokowi (dan orang di belakangnya). Partai – Partai yang mati dalam pangkuan Jokowi.

Beberapa Parpol menyadari hal tersebut dan sisanya memang menyerahkan lehernya. Bagi yang menyadari, tentu saja mereka berupaya melepaskan jerat tersebut untuk menyelamatkan organisasinya. Caranya dengan “ngotot” mengajukan diri menjadi Cawapres Jokowi dengan klaim berbagai hal, segmentasi pemilih, struktur organ yang kokoh, hingga pendanaan mandiri yang cukup baik. Namun sekali lagi, Jokowi bukanlah petugas Partai yang bodoh – bodoh amat (maksudnya tidak ngerti apa-apa, meminjam kata Rini Soemarno). Jokowi dan dibelakangnya tahu betul, bagaimana menghitung setiap langkah yang ada.

Beberapa Parpol tersebut bisa saja akan membuat barisan baru jika formasi yang dipilih Jokowi tidak menguntungkan organisasi mereka. Sebut saja, mereka adalah PDIP, Golkar dan PKB. Peta Koalisi akan bubar seketika, ketika Jokowi tidak memilih Cawapres yang tepat, dan tentunya jika ketiga Parpol tersebut beralih, maka yang terjadi adalah Jokowi hanya mendapatkan dukungan dari tiga Parpol minor, Nasdem, PPP, dan Hanura. Total dukungan kursi Senayan ketiga Partai tersebut belum cukup memenuhi tiket masuk pertandingan 2019, akhirnya seperti tebakan banyak orang. Jokowi kehilangan tiket.

Tapi tak perlu lah kita arahkan publik kesana, sebagai petugas Partai yang setia mari kita anggap PDIP akan tetap mendukung Jokowi sepenuh hati. _Toh_ Mega pun menjadi salah satu dari empat tokoh kunci di belakang Jokowi. Dan, akhirnya tiket Jokowi di tangan.

Sekarang kita lihat ruang sebelah, meski belum menyebutkan ini koalisi apa karena masih ngopi, mungkin yang terjadi ngopi sebenarnya sambil nyari masakan nusantara yang cocok untuk dijadikan nama koalisi. Prabowo sudah dipastikan mendapatkan tiket justru bukan dari PKS maupun PAN. Tiket Capres dipastikan baru-baru ini setelah SBY menyatakan 08 sebagai Capres Demokrat. Sedangkan PKS maupun PAN, masih menggunakan istilah “tapi”.

“Bapak Capres kita tapi/asalkan Cawapres Bapak dari kami,” Kata mereka.

Akhirnya, langkah kuda SBY membunuh mereka sendiri. Sanderaan mereka gagal, meski kini muncul hasil ijtima ulama yang memberi penguatan baru. Tapi tanpa bermaksud meninggalkan PKS maupun PAN, Prabowo sudah bisa melaju hanya dengan Gerindra dan Demokrat.

Bagaimana pilihan PKS maupun PAN, hal tersebut harus mereka pertimbangkan matang untuk alasan yang sama. Menyelamatkan elektabilitas organisasi.

Baik Golkar, PKB, PKS maupun PAN memiliki alasan yang sama, menyelamatkan elektabilitas organisasi. Jika kemudian penentuan sudah diputuskan oleh Jokowi maupun Prabowo, maka mereka pun akan mendapatkan satu alasan baru yang sama, yaitu bernasib sama. Tidak menutup kemungkinan arah koalisi baru yang cukup nendang dan menampung Peta Koalisi Keumatan #2019GantiPresiden.

Sosok Gatot Nurmantyo akan menjadi alternatif yang menarik (baik dari segi menengahi dan menyatukan koalisi, segmentasi pemilih, struktur organisasi gerak yang dimiliki dan pendanaan yang cukup memadai) untuk dapat disepakati bersama, berikutnya Cawapres bisa diambil dari Golkar maupun PKB. Airlangga maupun Cak Imin, namun untuk mampu memenuhi pondasi keumatan, Cak Imin lah yang paling menarik. Logis.

Pesan saya cuma satu, jangan kaget!

Oleh: Barri Pratama (Wakil Ketua Umum PP KAMMI 2017-2019)

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta