Contoh gampangnya adalah kita mendukung bila BPJS-TK membeli jalan tol dalam kota Jakarta atau membeli Tol Cikampek Purwakarta atau membeli konsesi pengelolaan Bandara Soekarno-Hatta atau Bandara Ngurah Rai atau membeli konsesi Pelabuhan JICT Tanjung Priok atau Pelabuhan Belawan Medan dan sebagainya yang secara kasat mata saja sudah pasti untung besar karena pasarnya captive dan sudah jelas.

Sebaliknya bila dana BPJS-TK dipakai untuk membiayai Tol Trans Sumatera dan berbagai ruas Tol lainnya yang belum jelas tingkat pengembaliannya atau membangun pelabuhan laut  yang belum jelas berapa kapal yang akan melabuh dan sebagainya maka kita jelas menolak karena ini bersifat spekulatif  dan beresiko tinggi yang bisa merugikan kaum buruh/pekerja Indonesia.

Hal ini perlu ditegaskan lagi karena menjual konsesi pengelolaan infratruktur yang sudah jelas sangat menguntungkan kepada swasta murni apalagi asing sepertinya lebih didahulukan dari pada dijual dengan menggunakan dana-dana masyarakat yang terkumpul.

Memaksakan memberi konsesi pengelolaan  JICT Tanjung Priok ke asing diduga kuat karena ada dana yang bisa diberikan kepada pembuat keputusan. Sementara kalau dijual ke masyarakat luas misalnya melalui dana di BPJS-TK,  Taspen, ASABRI dan sebagainya akan sulit mendapat dana kickback atau “kongkalikong “ yang jumlahnya sangat besar karena pengawasannya yang ketat.

Jadi jelas bahwa dalam soal beli-membeli konsesi infrastruktur yang sudah untung ini telah terjadi kerendahan moral dalam prosesnya, kecuali bila itu dijual menggunakan dana masyarakat luas.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid