Jakarta, Aktual.com — Pakar komunikasi politik, Emrus Sihombing, mengkritisi sejumlah pihak yang terlalu fanatik terhadap tokoh tertentu, tak terkecuali kepada bakal calon (balon) gubernur DKI.

Sebab, kesukaan yang berlebih kepada seseorang secara tidak langsung ‘mematikan’ nalar. Misalnya, seorang yang melakukan tindakan tidak beretiket di ruang publik dianggap sebagai figur yang keras dan tegas dengan tujuan memaklumi tindakan itu.

“Ini harus bersama-sama kita bongkar pereduksian tersebut, agar publik umum bisa jernih untuk menentukan sikap,” ujarnya kepada Aktual.com, Senin (2/5).

Emrus menyarankan demikian, lantaran seorang pemimpin memiliki fungsi edukasi terhadap warganya. Kemudian, keras dan tegas memang diperbolehkan pada kondisi tertentu demi perubahan. Tetapi, harus sesuai koridornya, yakni tak bertentangan dengan etika.

“Sayangnya, perilaku tak beretiket itu masih terus berlangsung,” sesal akademisi Universitas Pelita Harapan (UPH) ini.

Dia lantas mencontohkan salah satu bentuk balon gubernur DKI yang tidak bertiket, dimana salah seorang tokoh reformasi yang juga pernah memimpin organisasi keagamaan dan lembaga tertinggi negara disebut pikun.

“Ini sangat menyedihkan,” ungkapnya. Karenanya, Emrus menyarankan agar siapapun yang tidak beretiket di ruang publik menarik pernyataannya dan melayangkan permohonan maaf.

Emrus menambahkan, masalah etika terkait nilai baik dan buruk. Sehingga, bila seseorang beretiket, sudah tentu baik. Begitu pula sebaliknya.

“Pertanyaannya, pantaskah orang buru menjadi pejabat publik?” tandas direktur eksekutif Emrus Corner itu.

Artikel ini ditulis oleh: