Jakarta, Aktual.com – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan harus bisa berperan maksimal dalam menggenjot data-data wajib pajak (WP) kakap dalam dokumen Paradise Papers. Jangan seperti Panama Papers di mana saat itu pemerintah tak serius kejar data nasabah kakapnya.
“Pihak DJP harus agresif. Apalagi belajar dari pengalaman pemanfaatan data Panama Papers yang kurang maksimal karena berbarengan dengan penerapan program tax amnesty saat itu,” unkgap pengamat pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo di Jakarta, Selasa (7/11).
Namun saat ini, kata dia, Pemerintah mendapatkan momentum untuk menindaklanjuti data di Paradise Papers secara tuntas. “Makanya, diperlukan komitmen yang kuat, dukungan politik yang kuat, peran aktif masyarakat, dan penegakan hukum yang objektif, adil, dan transparan,” katanya.
Baru saja dunia kembali dihebohkan dengan publikasi Paradise Papers, dokumen investigasi global yang dilakukan oleh ICIJ (The International Consortium of Investigative Journalists) terhadap orang-orang terkenal dan perusahaan-perusahaan besar di dunia.
Dokumen itu berisi 13,4 juta file yang sebagian besar berasal dari kantor firma hukum Appleby di Bermuda dan perusahaan trust Asiaciti, serta data dari perusahaan-perusahaan yang terdaftar di 19 yurisdiksi rahasia (tax havens/negara suaka pajak).
Kata dia, dengan diberlakukannya program amnesti pajak melalui UU No. 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak dan Peraturan Pemerintah No. 36/2017, tidak ada alasan lain untuk tidak melakukan penegakan hukum yang tegas terhadap siapa saja warganegara Indonesia yang nakal.
“Yaitu mereka yang laporan pajaknya tidak benar, tidak memanfaatkan amnesti pajak atau memanfaatkan dengan tidak jujur. Karena selama ini sudah ada tax amnesty buat para WP yang selama ini tidak memenuhi kewajiban perpajakannya dengan benar,” tandas Direktur Eksekutif CITA itu.
Menurutnya, data dan informasi yang diungkap di Paradise Papers dapat menjadi salah satu sumber informasi yang dapat ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“Perlu juga dilakukan profiling, analisis, dan tindak lanjut yang profesional, kredibel dan transparan, demi memastikan bahwa hukum ditegakkan tanpa pandang bulu, sehingga memenuhi rasa keadilan publik,” kata dia.
Meski begitu dia mengingatkan, pihak yang menggunakan tax havens tidak serta merta merupakan penghindaran pajak yang melawan hukum. Setiap pihak yang namanya terdapat dalam daftar dan kewajibannya sudah ditunaikan berhak mendapatkan rehabilitasi.
“Namun setiap tindakan penggelapan pajak yang terbukti dengan sengaja dilakukan adalah tindak pidana yang harus dihukum dan didenda setinggi-tingginya,” tegas dia.
(Busthomi)
Artikel ini ditulis oleh: