Penetapan pertumbuhan ekonomi yang disampaikan Menkeu Sri Mulyani pada Rapat Paripurna DPR RI sebesar 6,1 persen, terlalu ambisius. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani diminta mempertimbangkan kembali rencana menurunkan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) karena batasan yang ditetapkan dianggap terlalu rendah.

Pengamat koperasi dan UKM Suroto di Jakarta, Sabtu (22/7), mengatakan sebaiknya Menkeu mengurungkan niat untuk menurunkan batasan PTKP, sebab sasarannya itu hanya akan menambah beban masyarakat kecil.

“Masyarakat kecil itu sekarang sudah banyak beban. Indeks kedalaman kemiskinan dan keparahannya sekarang ini kan sedang naik. Kesenjangan pendapatan antara yang kaya dan miskin juga tinggi, la kok yang disasar untuk dibebani pajak malah mereka lagi,” katanya.

Menurut Permenkeu nomor PMK 101 /PMK.010/2016 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) diatur bahwa PTKP adalah sebesar Rp4,5 juta per bulan.

Padahal sesuai data Badan Pusat Statistik (BPS), indeks kedalaman kemiskinan pada Maret 2017 mencapai 1,83, naik dari September tahun 2016 yang hanya 1,74.

Sementara itu, indeks keparahan kemiskinan juga mengalami kenaikkan dari 0,44 pada September 2016 menjadi 0,48 pada Maret 2017.

Suroto berpendapat semangat Presiden untuk menjadikan 2017 sebagai tahun pemerataan ekonomi dan melawan kesenjangan terancam hanya akan menjadi jargon saja.

“Janji Presiden untuk menurunkan pajak bagi UMKM agar mereka diberikan insentif malah tidak direalisasikan padahal janjinya sudah satu tahun lalu di depan pelaku UMKM,” katanya.

Suroto yang juga Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES) justru mengusulkan agar pajak diberlakukan kepada para pelaku usaha besar.

“Atau realisasikan dulu kebijakan pembatasan rasio gaji tertinggi dan terendah. Kesenjangan gaji buruh dengan seorang top manajemennya di Indonesia itu sudah mencapai taraf yang parah. Hitungannya ada di range 200-500 kali. Malahan ada yang ribuan kali,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan