Jakarta, Aktual.com – Penggusuran warga Kampung Pulo, Jakarta Timur, dinyatakan sudah rampung. Sebanyak 520 bidang tanah yang di atasnya berdiri bangunan sudah rata dengan tanah.
Namun bagi Habib Soleh Husein Alaidrus, tokoh masyarakat di sana, belum ada kata selesai meskipun ratusan rumah di Kampung Pulo sudah diratakan dan ratusan kepala keluarga sudah menempati unit Rusun di Jatinegara Barat.
Yang membuat dia gusar, lantaran hingga kini Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) terbukti tak penuhi janji.
Saat ditemui Aktual.com, Minggu (23/8), di kediamannya yang juga digunakan sebagai tempat ‘mengadu’ warga Kampung Pulo, Habib Soleh menuturkan, Ahok sebelum menggusur sebenarnya pernah berjanji akan memperlakukan warga Kampung Pulo sebagai ‘anak’.
“Jadi ceritanya si Ahok kita anggap sebagai ‘orang tua’ kita gitu dah,” ujar dia, kepada Aktual.com, Minggu (23/8).
Karena dijanjikan dianggap sebagai anak, ujar Soleh, dirinya pun percaya saja saat Ahok pernah mengatakan kalau tanah di Kampung Pulo ini tanah adat. Dijanjikan pula kalau nantinya rusun bagi relokasi warga pengelolaannya diserahkan ke warga Kampung Pulo juga. “Sampai ke desain dan pengelolaan rusun,” kata dia.
Ditambah lagi, Ahok juga pernah berjanji akan mengganti tanah warga, misal 100 meter persegi menjadi 150 meter persegi. Atau jika dihitung rusun, ujar Soleh, dapat unit rusun sesuai ukuran tanah.
Kenyataannya, satu rumah cuma dapat satu unit rusun mau bagaimanapun ukurannya. Padahal banyak di satu rumah yang besar tinggal beberapa kepala keluarga. “Bayangin misalnya tiga KK cuma tinggal di satu,” ucap dia.
Dituturkan Soleh, pernah suatu waktu Ahok mengajak dirinya sebagai perwakilan warga Kampung Pulo diajak rembug untuk bicarakan solusi Kampung Pulo. Dengan janji pembicaraan akan berlangsung bagai ‘orang tua dan anak.’ Yakni antara Pemprov DKI dan warga Kampung Pulo.
Tapi kenyataannya, sesampai di tempat pertemuan, ujar Habib Soleh, dirinya malah ditemui ‘pelayan-pelayan’ Ahok. Yakni Lurah Kampung Pulo, Camat dan Kepala Dinas Perumahan DKI (Ika) saja.
“Padahal saya sengaja waktu itu datang ngga nyiapin berkas karena saya pikir mau dianggap anak. Kalau bawa berkas berarti mau ngelawan dong,” ujar dia.
Yang membuatnya heran, di pertemuan itu juga ikut hadir Lurah Bukit Duri. “Apa hubungannya dia hadir? kan saya Kampung Pulo. Pertemuan itu juga untuk bicarakan Kampung Pulo,” kata Habib Soleh.
Akhirnya hasil pertemuan itu bisa ditebak. “Pelayan-pelayan Ahok itu yang mendominasi pembicaraan. Saya datang atas nama warga sehingga harus hati-hati bicara. Tapi baru saya ngomong dikit sudah dipotong. Ini yang kami sesali.”
Artikel ini ditulis oleh: