Jakarta, Aktual.co —  Berdasarkan data ekonomi Januari-Febaruari 2015 yang belum menunjukkan perkembangan signifikan, Perusahaan jasa keuangan Swiss (UBS) merevisi proyeksinya terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2015 menjadi 4,7 persen dari sebelumnya 5 persen. Salah satu indikator itu adalah pemulihan harga komoditi yang selama tahun berjalan belum membantu perekonomian.

“Data terkini memperlihatkan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) riil belum sampai titik terdalam, sementara itu pergerakan harga komoditas terlihat tidak membantu. Dengan demikian, perekonomian Indonesia dapat berkurang percepatannya pada 2015 dan tidak sesuai asumsi konsensus,” menurut Ekonom senior UBS wilayah Asia Tenggara dan India, Edward Teather, dalam keterangan resmi, Jakarta, Rabu (15/4).

UBS juga merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2016 menjadi 5,6 persen dari 5,8 persen. Namun, Edward mengatakan, laju pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat terpacu ketika kebijakan moneter diperlonggar dan penyerapan belanja infrastruktur meningkat.

“Selama ini kami melihat tentang pertumbuhan permintaan dan kebutuhan sejajar, namun saat ini kami mengurangi proyeksi pertumbuhan PDB menjadi 4,7 persen dari 5 persen di tahun 2015. Demikian pula, kami menurunkan revisi kami untuk pertumbuhan di tahun 2016 menjadi 5,6 persen, dari 5,8 persen,” jelasnya.

Menurut dia, pertumbuhan ekonomi masih melambat hingga Februari 2015, jika melihat data penjualan dari kinerja ekspor, impor, bahan baku semen, dan juga kendaraan bermotor.

Dia mengatakan dua faktor pelambatan pertumbuhan ekonomi tahun berjalan ini yakni jatuh temponya siklus pinjaman yang mendera dunia usaha, dan penurunan harga komoditas. Proyeksi UBS untuk harga komoditi batu bara termal, kata dia, mengalami penurunan harga sebesar 13 persen.

Sementara, kata dia, terjadi peningkatan harga untuk batu Brent sebesar tujuh persen. Namun, kata dia, hal tersebut tidak banyak membantu karena batubara termal yang menjadi ekspor utama Indonesia.

Meskipun demikian, lanjut dia, sentimen positif terlihat dari peningkatan produksi industri manufaktur sebesar 2,3 persen (year on year) pada Februari 2015.

Di sisi lain, menurut dia, otoritas moneter Bank Indonesia akan melihat neraca transaksi berjalan akan membaik pada kuartal I 2015, namun kembali tertekan pada tiga kuartal setelahnya. Meskipun demikian, dia meyakini defisit neraca transaksi berjalan akan lebih baik pada 2015 dibanding 2014. Pada tahun 2014, defisit neraca transaksi berjalan Indonesia tercatat 2,95 persen terhadap PDB atau sekitar 26,2 miliar dolar AS.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka