Presiden RI Joko Widodo (tiga kanan) mendengarkan penjelasan Menteri ESDM Sudirman Said (tiga kiri) didampingi Menteri BUMN Rini Soemarno (kanan), Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir (tengah) dan Gubernur NTB, M Zainul Majdi (kiri) saat meninjau pembangunan proyek "Mobile Power Plant" (MPP) 2x25 MW di areal PLTU Jeranjang, Desa Taman Ayu, Gerung, Lombok Barat, NTB, Sabtu (11/6). Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) berkapasitas daya 2x25 MW tersebut dijadwalkan bisa beroperasi secara maksimal pada akhir Juli 2016 untuk menambah kekurangan pasokan listrik di pulau Lombok. ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi/pd/16.

Jakarta, Aktual.com – Jaringan Advokasi Tambang meminta pemerintah lebih peka melihat dampak lingkungan, yang diderita masyarakat di berbagai daerah akibat pembangkit listrik tenaga uap.

Direktur Advokasi Jatam Ki Bagus Hadi Kusumo mengungkapkan, kebijakan pemerintah dalam program pembangunan listrik 35.000 MW mengalokasikan PLTU bahan baku batubara hingga 67 persen, dinilai semakin memperburuk kehidupan masyarakat.

Karena dari pembangkit yang telah beroperasi, terbukti bahwa PLTU tidak ramah lingkungan dan merusak secara masif kepada kehidupan masyarakat.

“Contoh faktual untuk menjelaskan kondisi di atas adalah seperti yang terjadi di PLTU Cirebon dan PLTU Indramayu, Jawa Barat. Wilayah tangkapan ribuan nelayan tercemar limbah PLTU, pendapatan para nelayan pun menurun drastis. Selain laut tercemar, polusi udara pun tak terhindarkan seperti yang terjadi di Sumatera Selatan. Truk-truk pengangkut batubara seenaknya menggunakan fasilitas umum untuk masyarakat,” katanya di Jakarta, Minggu (25/12)

Bahkan menurutnya, ekonomi batubara terbukti tidak hanya meningkatkan ancaman keselamatan rakyat, tetapi juga memiskinkan dan menghancurkan produktifitas masyarakat.

“Di Aceh, hutan lindung dan konservasi terancam oleh pertambangan batubara. Sebanyak 90 persen perusahaan batubara di aceh menunggak PNBP dan merugikan Negara. Di Kalimantan timur, sudah 26 nyawa anak-anak hilang sia-sia di lubang-lubang bekas tambang batubara.”

Untuk itu dia meminta pemerintah meninjau kebijakan PLTU menggunakan batubara dan mencari solusi alternatif dalam memacu ekonomi nasional.

Lagian tambah Hadi, klaim Pemerintah bahwa proyek 35.000 MW akan memenuhi pasokan bagi 13 persen rakyat Indonesia yang belum teraliri llistrik, tidak sesuai dari perencanaan.

Mengingat, sekitar 60 persen (21.000 MW) dari total 35.000 megawatt pembangkit listrik akan dibangun justru di wilayah industri Jawa dan Bali, padahal 13 yang belum teraliri listrik tersebut sebagaian besar di luar pulau Jawa dan bali.

“Data sebaran lokasi pembangkit listrik proyek 35.000 megawatt menunjukkan secara jelas bahwa cita-cita Pemerintah Jokowi–JK untuk menyediakan listrik bagi rakyat Indonesia yang belum mendapatkan akses listrik dari Negara, tak akan tercapai.”

Laporan: Dadangsah Dapunta

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Wisnu